Tindak Keras Pegawai Pajak Korup: Meningkatkan Potensi Pendapatan Negara dan Menjaga Kepercayaan Pembayar Pajak

Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK sebelumnya dikabarkan telah menetapkan seorang petinggi di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjadi tersangka dalam kasus suap pajak. Penetapan tersangka dilakukan dalam kasus suap terkait pembayaran pajak yang telah dilakukan sejumlah perusahaan, adapun modus dan tujuan dari penyuapan ini adalah untuk meringankan pembayaran wajib pajak perusahaan. Sehubungan dengan hal tersebut pada tanggal 3 Maret 2021, Kemenkeu melakukan press conference terkait dengan dugaan Tindakan korupsi yang telah dilakukan oleh pegawainya. Sri Mulyani mengatakan bahwa Kemenkeu mengapresiasi dan mendukung sepenuhnya kerja sama KPK  dan Unit Kepatuhan Internal di Kemenkeu yang telah menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh oknum pegawai DJP, bersama dengan kuasa Wajib Pajak (WP) atau konsultan pajaknya pada pemeriksaan pajak tahun 2016.

“Apresiasi kepada KPK dan Kemenkeu yang telah menunjukkan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi perpajakan. Di tengah pandemi Covid-19 di mana pendapatan negara menurun tajam, maka perilaku koruptif pegawai pajak tentu akan mengakibatkan hilangnya potensi penerimaan negara untuk penanganan Covid-19 dan mengakibatkan kekecewaan bagi pembayar pajak atau publik secara luas. Pegawai pajak yang melakukan praktik koruptif harus dihukum berat agar kepercayaan pembayar pajak terjaga,” tegas Ah Maftuchan, Direktur Eksekutif The PRAKARSA.

Tantangan perpajakan ke depan akan semakin komplek, baik secara internal maupun eksternal. Kondisi ekonomi yang melambat akibat pandemi dan perubahan bisnis karena revolusi digital harus menjadi perhatian utama Kemenkeu dan DJP. Menyiapkan kelembagaan yang bertata-kelola baik dan membangun pegawai pajak yang berintegritas akan menjadi kunci bagi optimalisasi sumber-sumber pendapatan negara, termasuk di sektor ekonomi digital. “Reformasi tata kelola perpajakan dan peningkatan kapasitas-integritas pegawai pajak harus dijadikan prioritas. Guna memperkuat tata kelola dan kapasitas-integritas pegawai pajak, Kemenkeu perlu melibatkan peran serta organisasi masyarakat dalam pengawasan,”ujar Maftuchan yang juga berperan sebagai Koordinator Forum Pajak Berkeadilan (FPB) Indonesia.

Kebijakan anggaran dan pajak merupakan instrumen fiskal yang penting untuk membiayai pembangunan, memajukan kemakmuran dan mendistribusikan kembali sumber daya untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan. “Tax ratio Indonesia pada beberapa tahun belakangan ini jauh dari potensi yang ada. Beberapa penyebab antara lain adalah maraknya praktik profit-shifting dan illicit financial flows oleh korporasi untuk melakukan pengelakan-penghindaran pajak. Hal ini terjadi karena lemahnya regulasi dan lemahnya kapasitas pegawai pajak untuk mengatasi praktik penghindaran-pengelakan pajak. Di sisi lain, ekstensifikasi basis pajak juga masih belum optimal, misalnya pemajakan kegiatan bisnis digital dan perluasan barang kena cukai,” tambah Panji TN Putra, ekonom The PRAKARSA.

Hasil kajian PRAKARSA tentang illicit financial flows (2019) terhadap 6 komoditas ekspor unggulan Indonesia (batubara, minyak sawit, tembaga, karet, kopi dan udang-udangan) menunjukkan bahwa potensi hilangnya pendapatan negara sangat besar. Hal memperlihatkan bahwa otoritas pajak kurang optimal dalam penanganan praktik pengelakan-penghindaran pajak. “Kurun 1989-2017, aliran keuangan gelap masuk (over invoicing) dari enam komoditas expor unggulan mencapai 101,49 milyar USD. Sedangkan aliran keuangan gelap keluar (under invoicing) mencapai 40,58 milyar USD. Berdasarkan aliran keuangan gelap keluar dan masuk, kehilangan potensi penerimaan pajak Indonesia dalam kurun waktu tersebut mencapai 11,1 milyar USD. Praktik under-reported juga menyebabkan potensi kehilangan pendapatan negara (royalti) mencapai 2,3 milyar USD pada komoditas batu bara dan 569 juta USD pada komoditas tembaga selama 2000-2017,” tambah Herawati, ekonom The PRAKARSA.

Prakarsa menyadari bahwa sistem perpajakan di Indonesia seyogyanya menjadi alat untuk meredistribusikan keuntungan ekonomi yang dapat dinikmati seadil-adilnya oleh seluruh warga tanpa kecuali. Rentetan kasus penyelewengan pajak di tubuh otoritas pajak seharusnya menjadikan pemerintah agar bergegas untuk melakukan reformasi sistem perpajakan yang lebih akuntabel, transparan, adil dan partisipatif.

Contact Person
Panji T.N Putra
Handphone : 082140351543
Email : pputra@theprakarsa.org

Kami menggunakan cookie untuk memberikan Anda pengalaman terbaik.