Kenapa Cukai Rokok Harus Naik?

Di atas adalah judul talkshow di Radio KBR 68 pagi ini jam 9-10. Talkshow yang dipandu Don Brady dan diproduseri Vitri ini menghadirkan Ah Maftuchan (Direktur Eksekutif Perkumpulan PRAKARSA) dan Doktor Abdillah Ahsan, Wakil Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah FEB UI melalui sambungan telepon.

Cukai adalah pungutan oleh negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu, misalnya rokok, tembakau dan alkohol. Jika tidak ada kebijakan cukai, maka kita semua akan ugal-ugalan atau seenak udel kita sendiri dalam mengkonsumsi barang yang membahayakan.
Cukai adalah instrumen kebijakan fiskal yang tujuannya untuk pengawasan dan pengendalian konsumsi warga atas barang yang membahayakan baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain dan lingkungan. Oleh sebab itu, cukai pada dasarnya bukan semata-mata sebagai salah satu sumber penerimaan negara.

Cukai bisa menjadi alat untuk “memaksa” kita hidup lebih sehat dan lebih sejahtera. Pasalnya, kita akan lebih memprioritaskan konsumsi telor atau ikan dibanding konsumsi rokok atau alkohol. Kontribusi konsumsi rokok terhadap kemiskinan seseorang itu tinggi yakni 11,38% bagi warga desa dan 12,22% bagi warga kota. Bandingkan dengan beras 25,97% bagi warga desa dan 20,59% bagi warga kota.

Ah Maftuchan menyampaikan bahwa cukai tinggi bagi rokok dan alkohol dan barang lain yang membahayakan itu adalah kebijakan yang progressif dan pro-warga kebanyakan. Selain cukai rokok dan alkohol, beliau usul segera dikenakan cukai terhadap gula, minuman berpemanis buatan, plastik dan bahan bakar minyak. Kami setuju dan mendorong kenaikan tarif cukai rokok secara signifikan. Doktor Abdillah usul kenaikan cukai sebesar 25% pada tahun 2020. Serendah-rendahnya adalah 18% (dengan asumsi penghitungan pertumbuhan ekonomi dan inflasi dikalikan dua).
Skenario ideal, usulan Ah Maftuchan terkait kenaikan cukai rokok pada 2020 di rentang 25%-35%. Skenario lemah, di rentang 17% – 25%. Angka 17% berasal dari selisih tarif maksimal 57% dari harga jual rokok (sesuai undang-undang) dan tarif yang berlangsung saat ini sekitar 40% dari harga jual.

“Ke depan, kita harus bergerak untuk mendorong reformasi kebijakan cukai. Saya berharap pemerintah dan kita semua kembali ke asal-usul kebijakan cukai. Agar kita makin sehat dan makin sejahtera.” menurut mas Maftuch.

Dengarkan selengkapnya:
https://open.spotify.com/episode/0K0qIGrHHrYSx5IvdTYOKo?si=9XJBg5CgTnWmmAQ9GhqQmg

Kami menggunakan cookie untuk memberikan Anda pengalaman terbaik.