Indeks UHC Indonesia Dinilai Belum Optimal

AKURAT.CO, Direktur Eksekutif Perkumpulan PRAKARSA, AH Maftuchan, mengungkapkan bahwa Universal Health Coverage (UHC) masih sulit dicapai di Indonesia.

“Indeks cakupan layanan UHC pada 2018 (di Indonesia) hanya sebesar 60 dan itu belum optimal,” ungkapnya di Hotel Ashley, Jakarta Pusat, Senin (20/1/2020).

Menurutnya, hal itu terjadi karena selama ini pencapaian UHC hanya diukur dari jumlah kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Padahal, Maftuchan mengatakan, konsep UHC lebih luas dari itu, yakni diukur dari segi kualitas, cakupan layanan dan perlindungan finansial bagi masyarakat sesuai dengan kerangka kerja Sustainable Development Goals (SDGs).

UHC harus dipandang sebagai komitmen negara untuk meningkatkan kualitas kesehatan seluruh masyarakat secara adil dan merata dalam wilayah yurisdiksi Indonesia. Masyarakat harus mendapatkan akses pelayanan kesehatan tanpa mengalami kesulitan finansial, namun sayangnya hal tersebut masih menjadi tantangan sendiri,” katanya.

Biaya out of pocket untuk perawatan kesehatan di Indonesia, menurut Maftuchan, masih relatif tinggi sehingga menghambat upaya dalam menyediakan perlindungan finansial bagi masyarakat.

Masyarakat, lanjut Maftuchan, akhirnya mengalihkan konsumsi untuk kebutuhan pokok seperti makanan, tempat tinggal dan pakaian untuk mendapatkan layanan kesehatan.

“Terdapat 13 juta jiwa yang membelanjakan lebih dari 10 persen dari total konsumsi untuk perawatan kesehatan. Selain itu, hampir 1,1 juta jiwa berada di atas garis kemiskinan nasional tahun 2018 termiskinkan akibat biaya out of pocket,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Maftuchan, juga ada kecenderungan dimana provinsi dengan indeks cakupan layanan kesehatan rendah memiliki pengeluaran katastropik kesehatan yang juga rendah.

“Sebagai contoh, Provinsi Papua dan NTT yang merupakan dua provinsi dengan angka kemiskinan yang tinggi, mempunyai indeks cakupan layanan yang rendah dengan pengeluaran katastropik yang juga rendah,” ungkapnya.

Ketimpangan cakupan layanan UHC antara provinsi di Indonesia, menurut Maftuchan, juga masih sangat tinggi. Provinsi di Pulau Jawa dan bagian barat Indonesia cenderung memiliki nilai indeks yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah lainnya.

Maftuchan mengatakan, perbedaan yang signifikan itu terlihat dari hasil penghitungan yang dilakukan oleh PRAKARSA, dimana Jakarta menempati urutan tertinggi dengan indeks 70 dan Sulawesi Barat menempati urutan terendah dengan indeks 52.

“Permasalahan distribusi tenaga kesehatan dan terbatasnya infrastruktur di daerah-daerah miskin masih menjadi tayangan provinsi dengan indeks cakupan layanan yang rendah,” ujarnya.

Maftuchan menyampaikan, ketimpangan antar provinsi itu perlu menjadi perhatian dan harus segera diatasi dengan membangun infastruktur dan fasilitas kesehatan.

“Termasuk pemerataan distribusi tenaga kesehatan yang lebih merata terutama di provinsi yang memiliki indeks cakupan layanan (kesehatan) yang rendah,” katanya.

Sumber: Akurat.co

Kami menggunakan cookie untuk memberikan Anda pengalaman terbaik.