Jakarta, The PRAKARSA – Lembaga penelitian dan advokasi kebijakan. Penerapan Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam kegiatan bisnis bukan hanya sekadar pengungkapan, tetapi juga harus sesuai dengan standar yang ditetapkan. Selain itu, mekanisme pengaduan sangat penting untuk memastikan bahwa tidak ada pihak yang dirugikan.
The PRAKARSA baru-baru ini mengikuti pelatihan mengenai Standar ESG dan Mekanisme Pengaduan Perusahaan yang diselenggarakan oleh Salforest di Bangkok pada tanggal 3-4 Oktober 2024. Pelatihan ini dihadiri oleh The PRAKARSA, SAPE, Salforest dan Oxfam di Indonesia.
Pelatihan ini merupakan bagian dari agenda Fair for All (F4All), yang bertujuan untuk mempromosikan perdagangan global dan rantai nilai yang adil bagi semua pihak. Penting bagi Civil Society Organizations (CSO) untuk memahami isu ini guna memperkuat rantai nilai dan menciptakan perdagangan global yang lebih adil.
Sarine, Direktur Salforest yang juga bertindak sebagai trainer, menyampaikan pembahasan mengenai berbagai standar yang ada untuk ESG.
Berbagai standar pelaporan keberlanjutan yang diterapkan oleh perusahaan mencakup GRI Standards, Integrated Reporting Framework, dan SASB Standards. Selain itu, terdapat juga standar lain yang perlu diperhatikan, seperti CDP, SDGs, dan TCFD.
Saat ini, terdapat perkembangan baru dalam standar pelaporan, salah satunya adalah IFRS Sustainability Disclosure Standards (IFRS S1 & S2). Tujuannya adalah untuk mewajibkan entitas mengungkapkan informasi mengenai risiko dan peluang yang terkait dengan keberlanjutan, yang berguna bagi pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan terkait penyediaan sumber daya.
Penilaian risiko tidak hanya mempertimbangkan materialitas tunggal, tetapi juga materialitas ganda; risiko perlu dianalisis tidak hanya dari perspektif perusahaan, tetapi juga dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar. Contoh isu material pada pilar iklim mencakup emisi gas rumah kaca, penggunaan dan efisiensi energi, risiko iklim dan adaptasi, energi terbarukan, serta pengelolaan limbah dan konservasi air. Lebih lanjut, pelatihan ini juga membahas mekanisme Human Rights Due Diligence (HRDD) yang harus diterapkan oleh perusahaan. Dalam proses uji tuntas hak asasi manusia, penting bagi perusahaan untuk melakukan Human Rights Risk/Impact Assessment (HRIA).
Hal lainnya yang juga sangat penting diketahui yakni mengenai standar mekanisme pelaporan sesuai prinsip UNGP. Terdapat beberapa kriteria yang perlu diikuti seperti legitimasi, mudah diakses, dapat diprediksi, adil, transparan, sesuai hak asasi, pembelajaran berkelanjutan, serta dialog dan keterlibatan.
Kedepannya, The PRAKARSA akan terus melihat praktik bisnis dan mempromosikan bagaimana bisnis harus lebih bertanggung jawab bagi lingkungan dan masyarakat sekitarnya dan mengungkapkan kebijakannya kepada publik. Bukan hanya “bussines as usual”.