Elpiji 3 Kg Dijual di Pangkalan Menuai Polemik, Pemerintah Pertimbangkan RW Jual LPG

POLEMIK PANGKALAN ELPIJI – Aktivitas memindahkan tabung gas elpiji ke agen di Kota Samarinda. Kebijakan pemerintah yang melarang pengecer menjual gas elpiji 3 Kg, menuai polemik di masyarakat. (TRIBUNKALTIM.CO/NEVRIANTO)

TRIBUNKALTIM.CO – Kebijakan pemerintah yang melarang pengecer menjual gas elpiji 3 Kg, menuai polemik di masyarakat.

Mempertimbangkan kondisi situasi di masyarakat, pemerintah membuka peluang untuk mengubah kebijakan tersebut.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mempertimbangkan agar rukun warga (RW) menjadi sub pangkalan pengecer gas LPG 3 kg

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan, kebijakan distribusi gas LPG 3 kg ini dilakukan untuk memperbaiki tata kelola dan memastikan subsidi tepat sasaran.

Sebab, pemerintah telah menggelontorkan anggaran Rp 87 triliun untuk subsidi gas LPG 3 kg

Berdasarkan perhitungan Bahlil, harga gas LPG 3 kg di tingkat konsumen semestinya maksimal Rp 18.000 – Rp 19.000 per tabung, atau maksimal Rp 20.000 per kg.

“Tapi apa yang terjadi, harga kita itu ada yang sampe Rp 25.000 sampai Rp 30.000 (per tabung),” ujar Bahlil di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (4/2).

Bahlil juga menyebut potensi gas LPG 3 kg dioplos dan dijual ke industri. Hal ini yang juga bisa membuat distribusi gas tidak tepat sasaran.

Meski begitu, Bahlil mengakui masih ada kelemahan saat konsumen membeli gas ke pangkalan. Karena tidak semua wilayah di samping rumah atau di RW memiliki pangkalan. 

Bahlil bilang, solusi yang dibangun atas perintah presiden adalah semua pengecer naik kelas menjadi sub pangkalan. 

Dengan harapan agar mereka juga dapat fasilitas aplikasi. Ini supaya negara dan Pertamina bisa mengontrol harga jual di tingkat sub pangkalan.

“Ini lagi kita mempertimbangkan juga agar RW ini bisa menjadi sub pangkalan karena yang tau mayarakat di sekitarnya itu kan RW, ini lagi kami mempertimbangkan gitu ya,” ucap Bahlil.

Terjadi Kelangkaan Elpiji

Lembaga riset dan advokasi kebijakan The PRAKARSA menyebut, keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang melarang penjualan gas LPG 3 kg melalui pengecer menciptakan fenomena kelangkaan buatan di tengah masyarakat.

Peneliti The PRAKARSA Bintang Aulia Lutfi mengatakan kelangkaan atau scarcity buatan ini terjadi akibat kebijakan restriktif yang akhirnya emperlambat aktivitas ekonomi masyarakat menengah bawah.

Antrean panjang, pencarian agen resmi, jauhnya akses pada agen, keterbatasan stok gas LPG 3 kg menjadikan rumah tangga dan pengusaha UMKM sulit mendapatkan gas LPG.

“Hal ini berisiko pada rumah tangga yang terpaksa mengalokasikan dana lebih besar untuk energi atau beralih ke bahan bakar tak ramah lingkungan, seperti kayu atau minyak tanah,” jelas Bintang dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan, Selasa (4/2).

Menurut Bintang, alih-alih mempersempit saluran distribusi LPG 3 kg, pemerintah harusnya lebih memperkuat pengawasan harga di tingkat pengecer.

“LPG 3 kg adalah hak masyarakat, bukan komoditas yang boleh dipermainkan oleh ketidakefektifan sistem.” ujarnya.

Bintang juga mengatakan, masalah utama terkait LPG 3 kg bukan pada keberadaan pengecer, melainkan akibat lemahnya pengawasan harga di tingkat ritel.

Sehingga, pemerintah perlu memperkuat sistem pemantauan dan sanksi tegas bagi pelaku markup, bukan menghukum konsumen dengan membatasi akses.  

“Pembatasan penjualan LPG 3kg subsidi hanya melalui agen resmi untuk mencegah markup harga oleh pengecer perlu dikaji ulang. Padahal, partisipasi pengecer lokal seharusnya dapat memperluas akses masyarakat terhadap subsidi ini,” tambahnya.

Bintang juga menyebut, pembatasan distribusi justru akan memunculkan pasar gelap dan berdampak pada masyarakat rentan.

“LPG termasuk barang primer yang inelastis, di mana kenaikan harga tidak signifikan mengurangi permintaan karena merupakan kebutuhan dasar. Alih-alih menyelesaikan masalah markup, pembatasan distribusi justru beresiko memunculkan pasar gelap dengan harga lebih tinggi, dan ini akan memberatkan kelompok rentan,” imbuhnya.

Asal tahu saja, larangan penjualan LPG 3 kg melalui pengecer secara resmi telah diumumkan Bahlil melalui surat edaran Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) No. B-570/MG.05/DJM/2025, yang berlaku mulai Sabtu, 1 Februari 2025.

Namun, pada Selasa (04/02) Presiden Prabowo Subianto melalui Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad telah menginstruksikan Bahlil untuk mengaktifkan kembali pengecer berjualan gas LPG 3 kg lewat pengecer.

“Presiden Prabowo telah menginstruksikan kepada Menteri ESDM untuk mengaktifkan kembali pengecer berjualan gas LPG 3 Kg, sambil menertibkan pengecer jadi agen sub pangkalan secara parsial,” kata Sufmi di Jakarta, Selasa (4/2). (*)

***

Sumber: Kaltim.tribunnews.com

Kami menggunakan cookie untuk memberikan Anda pengalaman terbaik.