
Jakarta, The PRAKARSA – The PRAKARSA berpartisipasi dalam talkshow bertajuk “SEAFOOD: Capaian dan Tantangan dalam Mendorong Rantai Nilai Komoditas yang Inklusif dan Berkelanjutan” yang diselenggarakan di Jakarta pada Sabtu, (11/10/2025). Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian inisiatif FAIR for ALL, yang mempertemukan berbagai pemangku kepentingan untuk membahas penguatan rantai nilai komoditas berkeadilan, termasuk sektor kelapa sawit (palm oil) dan hasil laut (seafood).
Acara dibuka dengan sambutan dari Maria Lauranti, Country Director Oxfam in Indonesia, yang menyampaikan apresiasi kepada seluruh mitra FAIR for ALL atas kolaborasi dan kerja keras selama lima tahun pelaksanaan program. Sambutan berikutnya disampaikan oleh perwakilan Kedutaan Besar Kerajaan Belanda di Indonesia, yang menegaskan dukungan Pemerintah Belanda terhadap upaya pembangunan ekonomi yang adil, berkelanjutan, dan inklusif di Indonesia melalui kemitraan strategis bersama Oxfam dan mitra lokal.
Sebelum sesi SEAFOOD, forum juga menampilkan talkshow mengenai “Palm Oil : Rantai Nilai Kelapa Sawit: Keberlanjutan, Keadilan, dan Akuntabilitas.” Diskusi ini menjadi ruang dialog lintas sektor untuk membahas kondisi industri kelapa sawit di Indonesia, tantangan keberlanjutan, dan upaya memperkuat kemitraan yang adil antara pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Adaptasi Nelayan dan Penguatan Perempuan Pascabencana
Panelis pertama, Kasmudin J. Rahman, menjelaskan bahwa program FAIR for ALL hadir di Teluk Palu pada momentum yang tepat, yakni pasca-bencana tsunami besar. Melalui Serikat Nelayan Tani Teluk Palu (SNTP), ia memfokuskan pendampingan bagi perempuan dan keluarga nelayan agar dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian ekonomi.
Tantangan utama yang dihadapi adalah perubahan iklim yang menurunkan hasil tangkapan ikan. Sebagai bentuk adaptasi, SNTP mengembangkan budidaya ikan nila serta produksi abon ikan oleh kelompok perempuan Bajabu, yang kini aktif berproduksi dan memperoleh dukungan peralatan dari pemerintah.
Selain itu, SNTP juga menerapkan program Desa Maju Reforma Agraria (DAMARA) untuk memetakan lahan bekas hunian pascabencana dan memperjuangkan hak kepemilikan masyarakat. Pengaturan penangkapan ikan juga diatur melalui peraturan daerah, dengan garis tangkap sejauh 60 km dan batas ukuran perahu maksimal lima meter.
Advokasi Data untuk Melindungi Wilayah Pesisir
Panelis kedua, Muhammad Nasrum dari Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Takalar (HIPERMATA), menyoroti pentingnya advokasi berbasis data dalam memperjuangkan hak-hak nelayan di wilayah pesisir Sulawesi Selatan.
HIPERMATA yang berdiri sejak 1964 aktif di sektor kehutanan dan perikanan, terutama dalam menghadapi ancaman pembangunan kawasan industri yang berpotensi merugikan masyarakat pesisir. Melalui pendekatan audit sosial berbasis data, HIPERMATA berhasil mendorong dialog antara pemerintah dan masyarakat.
Sebelum audit sosial dilakukan, hanya sekitar 30% masyarakat yang menolak pembangunan kawasan industri. Namun setelah hasil data disampaikan, mayoritas masyarakat menolak karena memahami dampak ekonomi dan ekologisnya terhadap mata pencaharian nelayan.
Pemberdayaan Perempuan Pesisir melalui Rantai Nilai Rumput Laut
Panelis ketiga, Asdar Marsuki dari Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI), menjelaskan peran asosiasi dalam memperkuat rantai nilai rumput laut melalui kemitraan dengan berbagai pihak, termasuk sektor swasta, akademisi, dan lembaga masyarakat sipil.
Melalui kerja sama dengan ASPPUK, ARLI mendampingi perempuan pesisir selama tiga tahun di Kabupaten Takalar melalui perusahaan CV Maccedde Global Mandiri dan PT Giwang Citra Laut. Program pendampingan ini meliputi pelatihan teknologi budidaya dan pascapanen rumput laut ramah lingkungan, pelatihan penelitian kualitas berbasis pasar, pengenalan sistem perdagangan inklusif, workshop pengembangan model bisnis rumput laut yang inklusif dan berkelanjutan
Asdar menekankan bahwa pelibatan perempuan dalam sektor rumput laut terbukti memperkuat ekonomi rumah tangga pesisir sekaligus mendorong model bisnis yang berkeadilan.
The PRAKARSA Tekankan Reformasi Fiskal dan Perlindungan Sosial bagi Pekerja Perikanan
Sebagai penutup sesi, Victoria Fanggidae dari The PRAKARSA memaparkan hasil riset mengenai tata kelola rantai nilai sektor perikanan dan fiskal. Ia menegaskan bahwa sektor perikanan memiliki peran strategis dalam menyerap tenaga kerja, namun masih menghadapi persoalan serius seperti eksploitasi, pelanggaran hak asasi manusia, dan ketimpangan gender.
“Sektor perikanan krusial karena menyerap banyak tenaga kerja, namun juga menghadapi tingkat eksploitasi tinggi dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai pasoknya, termasuk minimnya keselamatan kerja dan potongan upah,” ujar Victoria Fanggidae, Deputi Direktur The PRAKARSA.
Ia menyoroti adanya aliran keuangan ilegal (illicit financial flow) sebesar Rp13 triliun per tahun akibat praktik misinvoicing, yang menunjukkan perlunya reformasi tata kelola fiskal dan sistem pengawasan yang lebih transparan.
Dari sisi gender, Victoria mengungkapkan bahwa perempuan mencakup 42 persen tenaga kerja sektor perikanan, namun belum diakui secara formal sehingga sulit memperoleh perlindungan sosial.
“Kita perlu mendorong kebijakan yang tidak hanya fokus pada peningkatan produksi, tetapi juga memastikan perempuan nelayan dan pekerja perikanan mendapat perlindungan sosial yang setara,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa Indonesia masih berfokus pada subsidi bahan bakar dan pelatihan, sedangkan Vietnam telah mengarahkan insentifnya ke pemasaran dan Thailand memberikan kemudahan perpajakan bagi pelaku usaha perikanan berkelanjutan.
“Kebijakan fiskal yang adil dan berbasis bukti dapat menjadi kunci untuk memastikan rantai nilai perikanan yang berkelanjutan dan berpihak pada kelompok rentan,” tutup Victoria.
Hasil riset The PRAKARSA telah disampaikan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta pelaku UMKM perikanan, sebagai upaya memperkuat tata kelola sektor perikanan yang inklusif, transparan, dan berkeadilan sosial.
Komitmen Bersama untuk Ekonomi yang Inklusif dan Berkeadilan
Melalui rangkaian talkshow ini, seluruh panelis menegaskan pentingnya kolaborasi lintas aktor antara komunitas, pelaku usaha, akademisi, dan lembaga riset dalam mewujudkan rantai nilai komoditas yang inklusif, berkelanjutan, dan berpihak pada kelompok rentan.
Partisipasi The PRAKARSA memperkuat komitmen lembaga untuk mendorong praktik bisnis dan kebijakan fiskal yang bertanggung jawab, inklusif, dan berkeadilan sosial, baik di sektor perikanan maupun komoditas lain di Indonesia.