Mengawal Proses Aksesi Indonesia ke OECD, PRAKARSA Dorong Diskusi Tematik Hingga ke Daerah

Jakarta, 1 Desember 2025 – PRAKARSA hadir dalam pertemuan audiensi dengan para ahli untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dan PROSPERA yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB) di Ruang Rapat Sriwijaya I, Jakarta.

Pertemuan ini dipimpin oleh Bapak Prof. Dr. Erwan Agus Purwanto selaku Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan. Diskusi menghadirkan dua ahli OECD, yaitu Sebastiaan Pompe dan Nicola Bonucci, serta Dr. Benedictus Raksaka Mahi dari PROSPOERA sebagai salah satu penasihat utama.

Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian diskusi untuk memperkuat kesiapan Indonesia dalam proses aksesi ke OECD, khususnya di bidang tata kelola publik, integritas, dan reformasi birokrasi. Indonesia saat ini tengah memasuki fase penting dimana berbagai komite OECD menilai sejauh mana kebijakan dan regulasi nasional sejalan dengan standar-standar OECD.

Aksesi OECD dan Tantangan Tata Kelola Publik

Dalam pengantar, Deputi Kementerian PANRB menegaskan bahwa aksesi ke OECD bukan hanya soal status keanggotaan, tetapi momentum untuk memperdalam reformasi birokrasi, memperkuat integritas sektor publik, dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

Sebastiaan Pompe memaparkan tahapan teknis proses aksesi Indonesia. Ia menjelaskan bahwa Indonesia telah menyelesaikan Initial Memorandum (IM) sebagai bentuk self-assessment awal, dan kini memasuki fase lanjutan yang lebih “terdesentralisasi” melalui interaksi dengan berbagai komite OECD. Pada fase ini, Indonesia akan menerima berbagai kuesioner dari komite-komite tematik OECD yang harus dijawab secara substansial dan tepat waktu.

Sebastiaan menekankan beberapa poin penting:

  • Ketepatan waktu menjawab kuesioner sangat krusial, karena keterlambatan dapat menggeser jadwal pembahasan di komite dan mempengaruhi target waktu keanggotaan.
  • Koordinasi nasional menjadi kunci, mengingat banyaknya instrumen dan komite yang terlibat. Posisi Kementerian PANRB sebagai simpul tata kelola publik membuat koordinasi lintas K/L dan lembaga pengawasan menjadi sangat strategis.
  • Proses ini bukan sekadar proses satu arah, tetapi keterlibatan dua arah antara Indonesia dan OECD, di mana konteks dan pengalaman Indonesia juga penting untuk didengar.

Sementara itu, Nicola Bonucci menyoroti dimensi substantif tata kelola publik di bawah Public Governance Committee (PGC). Ia menjelaskan bahwa OECD telah berevolusi dari organisasi yang identik dengan isu makroekonomi dan statistik menjadi organisasi yang juga sangat fokus pada public governance dan integritas.

Nicola menekankan beberapa area kunci:

  • Integritas dan konflik kepentingan: kebutuhan memperkuat kerangka etik dan sistem pencegahan konflik kepentingan di sektor publik.
  • Regulasi lobi dan pengaruh kepentingan: pentingnya transparansi dan aturan main yang jelas untuk mencegah undue influence dalam proses kebijakan.
  • Pengadaan publik (public procurement): sebagai salah satu area paling rentan korupsi, pengadaan membutuhkan standar tata kelola dan pengawasan yang kuat.
  • Digital government: pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akses layanan bagi seluruh kelompok masyarakat, termasuk kelompok rentan.

Nicola juga menekankan bahwa tidak ada satu model tata kelola publik yang berlaku untuk semua negara. Karakteristik Indonesia sebagai negara kepulauan dengan keragaman sosial, ekonomi, dan institusional perlu dijelaskan secara baik dalam dialog dengan OECD agar standar yang ada dapat diterjemahkan secara kontekstual.

Sementara itu Dr. Benedictus Raksaka Mahi menjelaskan peran PROSPERA dalam mendukung Pemerintah Indonesia, mulai dari pendampingan teknis, penguatan kapasitas, hingga pengembangan platform koordinasi. Ia juga menyampaikan bahwa Pemerintah Australia berkomitmen untuk melanjutkan dukungan melalui fase lanjutan program (Prospera 2.0) sebagai bagian dari hubungan strategis Indonesia–Australia.

PRAKARSA: Aksesi OECD Harus Terhubung Ke Kesejahteraan Rakyat

Roby Rushandie, Manajer Riset dan Pengetahuan PRAKARSA, menyampaikan pandangan bahwa proses aksesi Indonesia ke OECD perlu secara konkret menyentuh kepentingan masyarakat, bukan hanya berhenti di tataran teknokratis dan pusat pemerintahan.

“PRAKARSA memandang bahwa aksesi ke OECD harus menjadi instrumen untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat, memperkuat perlindungan sosial, dan meningkatkan kualitas layanan publik, bukan sekadar memenuhi daftar kepatuhan. Karena itu, suara daerah dan masyarakat sipil perlu lebih terlibat dalam proses ini,” ujar Roby.

Dalam intervensinya, PRAKARSA mendorong penyelenggaraan diskusi tematik di daerah-daerah untuk mengkaji dampak dan peluang aksesi OECD bagi berbagai kelompok masyarakat, terutama kelompok rentan.

Kami menggunakan cookie untuk memberikan Anda pengalaman terbaik.