Catatan Akhir Tahun Organisasi Masyarakat Sipil: Refleksi Sistem Kesehatan Nasional

Situasi pandemic menuntut Indonesia agar bergerak cepat melakukan reformasi sistem kesehatan. Sejumlah catatan mengenai sistem kesehatan di Indonesia pun diberikan oleh organisasi masyarakat sipil.

Pada tanggal 23 – 24 Desember lalu, The PRAKARSA telah menyelenggarakan kegiatan diskusi bersama dengan Organisasi Masyarakat Sipil untuk merefleksikan sistem kesehatan di Indonesia. Sebagai penutup tahun 2020, kegiatan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk memperkuat sistem kesehatan di Indonesia, “kegiatan ini diharapkan dapat menjadi penutup dengan semangat bersama, solidaritas, menata agenda bersama yang bisa menjadi panduan bagi kita untuk memperkuat sistem kesehatan nasional di Indonesia,” ujar Ah Maftuchan, Direktur Eksekutif The PRAKARSA

Berangkat dari situasi sebelum pandemic, sistem kesehatan Indonesia perlu melakukan improvement yang sangat fundamental. Indonesia harus bergerak maju melakukan reformasi sistem kesehatan secara menyeluruh. Situasi pandemic semakin menunjukkan bahwa sistem kesehatan mengalami permasalahan, seperti minimnya ketersediaan alat kesehatan, ketersediaan tenaga kesehatan, kesiapan penyedia layanan, dan lain sebagainya. Melihat kondisi tersebut perlu dilakukan sebuah langkah bersama dalam rangka mendorong percepatan reformasi sistem kesehatan di Indonesia sebagaimana seperti yang telah disampaikan dalam pidato presiden Jokowi yang mengatakan bahwa kita perlu melakukan reformasi sistem kesehatan.

Penguatan CSO dalam partisipasi mendorong reformasi sistem kesehatan harus dilakukan sejak sekarang karena Indonesia mengalami situasi yang sulit di masa pandemic ini sehingga tepat saatnya memperbaiki sistem agar masyarakat bisa merasakan manfaat dan kualitas layanan kesehatan yang baik. Kegiatan ini juga diharapkan dapat menjadi milestone untuk memperkuat advokasi kebijakan kesehatan secara lebih luas dan tidak segmented “tidak hanya program per program tetapi sistem kesehatan nasional yang lebih komprehensif”, imbuh Ah Maftuchan, Direktur Eksekutif The PRAKARSA

Beberapa catatan yang disoroti mengenai sistem kesehatan di Indonesia antara lain:

Kualitas Layanan Kesehatan dan Penanganan Pandemi

Kondisi pelayanan kesehatan dinilai masih belum maksimal, hal ini dilihat dari keterbatasan tenaga kesehatan dan sulitnya akses informasi khususnya pelayanan kesehatan di masa pandemic Covid-19. Penyedia layanan kesehatan juga masih terkesan gagap karena belum siap dengan kondisi saat ini, sehingga diperlukan perbaikan dalam aspek manajemen resiko. Dalam penanganan Covid, tidak semua rumah sakit rujukan bisa menyediakan ruang isolasi dan daya tampung yang terbatas. Upaya promotif dan preventif kesehatan masyarakat juga belum berjalan dengan baik padahal “di masa pandemic ini, masyarakat yang menjadi garda terdepan dapat dikatakan mengalami darurat kesehatan masyarakat, ujar Ariyanto Nugroho, IAKMI.

Selain itu, regulasi SOP pelayanan kesehatan kerap berubah tanpa sosialisasi kepada masyarakat merupakan salah satu hambatan. Tidak adanya kejelasan pembagian kewenangan dan kebijakan di setiap tingkatan pemerintahan juga menjadi catatan tersendiri “pembagian kewenangan tidak terintegrasi dan koordinasi antar lembaga/kementerian juga sangat buruk.” tambah Sarah Lerry M., PIAR NTT.

Cakupan Layanan terhadap Kelompok rentan

Di masa sebelum maupun pada saat pandemic Covid-19, aksebilitas kelompok rentan dinilai belum sepenuhnya menjadi prioritas dalam sistem kesehatan, layanan kesehatan dirasa kurang inklusif bagi kelompok penyandang disabilitas/berkebutuhan khusus “harapannya akses informasi, harus lebih jelas dan harus lebih inklusif”. imbuh Tatat, Manager Program INFID

Layanan untuk daerah 3T selama ini juga belum mendapat perhatian, permasalahan yang belum tertangani dengan baik antara lain seperti tidak ada atau minimnya dokter spesialis yang bertugas di daerah 3T, kebijakan posyandu dinilai kurang maksimal dan belum adaptifnya SOP pelayanan kesehatan sesuai dengan kondisi geografis Indonesia.

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Pada tahun 2020 ini pemerintah telah mengambil kebijakan kenaikan iuran JKN. Meskipun terbukti nyata mengurangi defisit dana jaminan sosial (DJS) namun nyatanya hal ini juga berdampak pada penonaktifan peserta PBI di sejumlah provinsi seperti di Provinsi Sumatera Barat yang bahkan menonaktifkan hampir 50% PBI daerahnya.

The PRAKARSA memberikan catatan bahwa kenaikan iuran harus didukung oleh transparansi dan akuntabilitas dari BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara program “BPJS Kesehatan harus lebih transparan mengenai akses informasi, update data dan pengelolaan keuangan. JKN seharusnya dapat mendukung perbaikan kualitas layanan yang diterima masyarakat hingga ke pelosok daerah” tambah Eka Afrina Djamhari, Peneliti Kebijakan Sosial The PRAKARSA.

Pemerintah dituntut harus segera melakukan percepatan pemerataan pelayanan kesehatan dan perbaikan sistem kesehatan di seluruh daerah. Catatan lainnya yakni mengenai perbaikan data kepesertaan dan updating data PBI yang harus segera dilakukan. Selain itu, hal lain yang harus segera didorong adalah penguatan posisi masyarakat dalam pemantauan JKN secara partisipatif.

Anggaran

Perubahan anggaran di tahun 2020 terjadi sebanyak dua kali. Dilihat dari revisi terakhir terlihat kondisi keuangan yang cukup buruk, karena defisit anggaran yang tinggi dan bahkan sudah melebihi APBN. Di tahun 2020 juga terdapat kebijakan recofusing anggaran untuk penanganan Covid-19. Namun, meskipun ketersediaan alokasi anggaran untuk isu kesehatan sudah melebihi APBN, namun daerah tidak melakukan hal yang sama untuk merealokasi anggaran dalam penanganan Covid-19 “ditemukan adanya ketidaksinkronan antara pusat dan daerah. Daerah tidak mempunyai komitmen yang sama dengan pusat dalam penanganan Covid-19.” ujar Yenti Nurhidayat, Seknas FITRA.

Proses transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran juga belum terlalu dirasakan. Hal ini penting untuk melihat ketepatan anggaran kesehatan yang diberikan. Selain itu, kurangnya alokasi anggaran ketahanan kesehatan juga turut disoroti. Penelitian PKMK FKKMK UGM terkait anggaran ketahanan kesehatan dengan World Bank akhir tahun 2019 hingga awal tahun 2020, membuktikan bahwa, ketahanan kesehatan tidak mendapatkan alokasi anggaran yang cukup atau bahkan tidak dialokasi kepada semua sektor yang terlibat. Hal tersebut menunjukan bahwa sistem pengangaran belum tepat sasaran, sistem penganggaran yang diterapkan masih berpusat pada output belum berbasis outcome.

Kami menggunakan cookie untuk memberikan Anda pengalaman terbaik.