December 10, 2019

Seribu Lara PLTU Batubara: Bank Harus Ikut Bertanggungjawab

Bicara tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia identik dengan narasi besar tentang perang, penindasan, dan konflik. Padahal, setiap aspek dalam kehidupan sehari-hari juga lekat dengan pemenuhan HAM. Di sektor bisnis, HAM tak hanya terkait dengan aspek internal perusahaan terkait hak pekerja (kerja layak, jaminan sosial, hak untuk berserikat, dan bebas dari diskriminasi) namun juga dampak eksternal terhadap lingkungan dan masyarakat yang disebabkan oleh operasional perusahaan.

 

Contoh kasus pelanggaran HAM yang terkait dengan praktik bisnis perusahaan dapat dilihat pada proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batubara di Cirebon, Jawa Barat, Indonesia oleh Cirebon Power. Proyek PLTU Cirebon Unit 2 Ekspansi ini merupakan lanjutan dari PLTU Cirebon berkapasitas 660 MW yang telah beroperasi sejak tahun 2012.

 

Pembangkit listrik energi fosil tak hanya menjadi ancaman bagi planet karena mengakselerasi perubahan iklim, tapi juga bagi manusia yang terpapar oleh polusi dan limbah hasil pembakaran batubara. Tak hanya menurunkan kualitas kesehatan, degradasi lingkungan yang ditimbulkan dalam bentuk hilangnya keanekaragaman hayati serta pencemaran tanah-air-udara di sekitar PLTU pada akhirnya juga mengancam penghidupan petani, nelayan, dan petambak garam yang menggantungkan hidupnya pada alam.

 

Lebih jauh, proyek ini juga dinilai bermasalah karena tidak melalui proses FPIC yang cukup yang melibatkan masyarakat terdampak sehingga diwarnai oleh beragam aksi protes dan demonstrasi.  Proyek ini juga menuai gugatan hukum karena melanggar Rencana Tata Ruang dan Wilayah serta bermasalah dalam hal perijinan. Bahkan, masalah perijinan ini juga berujung pada kasus korupsi dan suap yang melibatkan mantan pejabat Kabupaten Cirebon dan Hyundai Engineering & Construction selaku kontraktor PLTU.

 

Studi Fair Finance Guide Japan pada Desember 2019 juga menemukan bahwa pembiayaan pembangunan PLTU Cirebon oleh sindikasi Lembaga keuangan internasional seperti JBIC Japan, Export-Import Bank of Korea (KEXIM), The Bank of Tokyo Mitsubishi UFJ, Ltd, Mizuho, Sumitomo Mitsui Banking Cooperation, ING Bank melanggar norma internasional seperti Equator Principles, IFC Performance Standards, UN Global Compact, dan OECD Guidelines for Multinational Enterprises.

 

Sudah saatnya lembaga keuangan ikut bertanggungjawab atas dampak lingkungan dan sosial yang timbul sebagai dampak dari investasi yang mereka lakukan. Sudah saatnya lembaga keuangan turut andil dalam penghormatan atas HAM. Sudah saatnya lembaga keuangan memanfaatkan momentum global untuk mendorong transisi energi, sekarang saatnya hentikan pembiayaan energi kotor #StopCoalFinancing!

 

Tonton Film Disini

Kami menggunakan cookie untuk memberikan Anda pengalaman terbaik.