Presiden SBY mengadakan rapat kabinet terbatas yang juga dihadiri oleh kalangan dunia usaha seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Kamar Dagang dan Industri (KADIN) dan beberapa pimpinan dunia usaha membahas paket kebijakan ekonomi untuk mengantisipasi dampak dari pelemahan nilai tukar rupiah dan harga saham.
Ada empat paket kebijakan ekonomi yang dilakukan. Pertama, kebijakan stimulus fiscal dengan memberikan keringan pajak bagi industry pada karya guna mencegah terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Kedua, menjaga daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi dengan memberikan insentif kepada dunia usaha dengan tetap memperhatikan deficit fiscal untuk tetap berada pada kisaran 2,38%. Pemerintah akan mendorong relaksasi pembatasan fasilitas kawasan berikat untuk produk domestic, menghapus PPn Buku, PPNBN untuk produk dasar yang sudah tidak tergolong barang mewah. Selain itu pemerintah akan melakukan skema penetapan UMP yang mengacu pada keahlian, produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Ini mengantisipasi terjadinya PHK akibat dari kenaikan UMP. Dan adanya insentif bagi riset serta optimalisasi kebijakan tax allowance untuk insentif investasi.
Ketiga, menjaga tingkat inflasi dengan melakukan perubahan tata niaga seperti daging sapi dan holtikultura dari pembatasan kuantitas (quota) menjadi mekanisme harga. Keempat, mempercepat investasi dengan menyederhanakan system perizinan, mengefektifkan fungsi pelayanan terpadu satu atap dan melakukan revisi peraturan presiden tentang daftar negative investasi yang lebih ramah terhadap investor.
Sebenarnya empat paket ekonomi ini bukanlah hal inovasi kebijakan tapi merupakan kebijakan yang sudah lazim dilakukan ketika adanya pelemahan ekonomi. Sehingga kita melihat bahwa pemerintah belum berada pada suatu inovasi kebijakan dalam meredam gejala krisis tersebut. Padahal, skala krisis ini hampir mirip dengan kondisi disaat krisis 1997 – 1998 seperti yang diungkapan oleh Ekonom ADB, Iwan Jaya Azis.
Apa yang terjadi saat ini merupakan efek tidak efektifnya instrument kebijakan yang dilakukan saat ini untuk menata pembangunan ekonomi nasional. Paska Global Economic Crisis (GEC) sebenarnya spillover (rambatannya) sudah mulai terasa di akhir tahun 2012. Tapi pemerintah masih acuh terhadap kondisi saat itu. Sampai beberapa hari di bulan Agustus masih banyak kalangan pemerintah menganggap ini hanya tekanan sementara terhadap ekonomi. Tapi apa dikata, kondisi semakin parah.
Satu aspek yang dirasakan penting selain empat paket kebijakan
ekonomi tersebut yaitu Presiden SBY harus segera membentuk tim khusus untuk
antisipasi krisis. Tim ini harus kuat dan memonitor secara intens detik per
detik setiap gejolah ekonomi yang terjadi baik tingkat nasional maupun
internasional. Sehingga gejolak yang terjadi bisa diantisipasi dengan cepat.
Pemerintah (SBY) harus konsentrasi seratus persen untuk memonitor kondisi
ekonomi terkini. Untuk sementara harus legowo meninggalkan misi pribadi atau
partai agar lebih konsen mengurus negara karena gejala krisis ini perlu
kecepatan presiden untuk merespon dengan kebijakan yang baik.*) Wiko Saputra
Economy
Policy Researcher PRAKARSA