FGD Reformasi Perpajakan Indonesia: Upaya Meningkatkan Keadilan dan Kepatuhan melalui Dialog Multistakeholder

Jakarta, The PRAKARSA — The PRAKARSA bersama Prospera menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Reforming Taxes to Invest in Indonesia’s Future” di Hotel Mercure Sabang, Jakarta, pada Selasa (5/8/2025). Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan dari organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan sektor swasta, termasuk PWYP, PUSKAHA, Tax Centre Universitas Indonesia (UI), ASPPUK, Transparency International Indonesia (TII), dan Indonesia for Global Justice (IGJ). FGD bertujuan memetakan tantangan sistem perpajakan nasional dan merumuskan rekomendasi reformasi perpajakan di Indonesia berbasis prinsip keadilan, transparansi, dan partisipasi publik.   

Diskusi kali ini mengungkap sejumlah hal diantaranya rendahnya rasio pajak terhadap PDB yang hanya berkisar 10-11%. Salah satu faktor utama adalah basis pajak yang rendah di mana 60% perekonomian didominasi oleh sektor informal yang sulit terjangkau sistem perpajakan. Ketergantungan penerimaan negara pada siklus komoditas turut memperparah kondisi ini, membuat penerimaan pajak tidak stabil dan rentan terhadap fluktuasi harga komoditas di pasar global. 

Ah Maftuchan, Direktur Eksekutif The PRAKARSA, yang memandu diskusi kali ini mengungkapkan bahwa kondisi tersebut diperparah dengan adanya defisit kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan. Masyarakat enggan membayar pajak karena kebijakan yang seringkali multitafsir dan tidak memiliki kepastian hukum, menciptakan celah untuk penyalahgunaan baik oleh wajib pajak maupun otoritas pajak. “Transparansi yang rendah dalam pengalokasian anggaran negara semakin mengurangi kepercayaan publik, karena masyarakat tidak melihat manfaat langsung dari pajak yang mereka bayarkan,” ungkapnya. 

Di sisi lain, sistem perpajakan saat ini dinilai belum adil karena lebih membebani kelompok menengah-bawah dibandingkan wajib pajak berpenghasilan tinggi. Sistem yang belum sepenuhnya progresif ini memperlebar ketimpangan sosial. “Tantangan lain datang dari sisi administrasi, di mana digitalisasi sistem pajak (CORETAX) belum berjalan optimal, biaya kepatuhan pajak bagi UMKM masih tinggi, dan kapasitas aparat pajak yang terbatas menyulitkan pengawasan terhadap wajib pajak potensial, terutama dari kalangan berpenghasilan tinggi,” tambah Maftuchan. 

Diskusi kali ini menghasilkan sejumlah rekomendasi untuk membangun sistem perpajakan Indonesia yang lebih adil dan efektif. Prioritas utama adalah memulihkan kepercayaan publik melalui transparansi alokasi pajak yang jelas, sehingga masyarakat dapat melihat manfaat konkret dari kontribusi mereka. Dibutuhkan juga koordinasi kuat antar-kementerian (co-governance) untuk memastikan kebijakan fiskal yang konsisten, serta pembangunan narasi publik yang inklusif guna meningkatkan partisipasi masyarakat dalam sistem perpajakan. 

Di sisi regulasi, hasil diskusi kali ini menekankan pentingnya kepastian hukum melalui penyederhanaan aturan perpajakan yang selama ini kerap multitafsir dan rentan disalahgunakan. Evaluasi menyeluruh terhadap insentif pajak perlu dilakukan agar tepat sasaran, sementara mekanisme penyelesaian sengketa pajak harus lebih adil dan tidak memberatkan wajib pajak yang patuh. Selain itu, sistem pajak harus didesain secara progresif dengan memperluas basis pajak, menerapkan tarif yang lebih adil berdasarkan kemampuan bayar, serta mengoptimalkan pendataan sektor informal yang selama ini sulit terjangkau.   

Untuk mendukung implementasi kebijakan, penguatan administrasi perpajakan menjadi krusial untuk dilakukan melalui percepatan digitalisasi layanan dan peningkatan kapasitas aparat pajak. UMKM sebagai tulang punggung ekonomi perlu mendapat pendampingan khusus agar dapat memenuhi kewajiban perpajakan tanpa terbebani biaya kepatuhan yang tinggi. Indonesia perlu aktif dalam sinergi global, termasuk melalui Konvensi Pajak PBB, untuk mengatasi praktik penghindaran pajak lintas negara dan menciptakan sistem perpajakan internasional yang lebih adil. 

Labih lanjut, rekomendasi dari diskusi ini juga menambahkan pentingnya literasi pajak dan pendekatan edukatif dan integrasi zakat sebagai alternatif. Selain itu, perlunya meningkatkan integritas dalam penegakan hukum pajak dan melakukan optimalisasi penerimaan negeri bukan pajak (PNBP).   

Hasil FGD akan menjadi dasar advokasi kebijakan dan dialog lanjutan dengan pemerintah. The PRAKARSA dan Prospera berkomitmen mendorong reformasi yang mengedepankan prinsip keadilan pajak, khususnya dalam penyusunan RUU Perpajakan yang lebih responsif. 

Kami menggunakan cookie untuk memberikan Anda pengalaman terbaik.