Indonesia Tidak Perlu Pertumbuhan Sangat Tinggi

Bank Dunia mengeluarkan Kajian Kebijakan Pembangunan hari ini (23 Juni 2014) di Jakarta, dalam acara tersebut Direktur Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves mengatakan “Indonesia harus tumbuh 9 persen untuk menghindari jebakan kelas menengah.”

Kami kurang menyetujui hal ini. Hal yang menjadi prioritas pada saat ini bukan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun memastikan agar pertumbuhan berkualitas.

Artinya, bagaimana pertumbuhan mampu menyerap tenaga kerja, mengurangi kemiskinan dan mengatasi ketimpangan.

Indonesia saat ini mengalami ketimpangan terburuk sepanjang sejarah dengan rasio gini 0,41. Bila Indonesia terus mengejar pertumbuhan lebih tinggi, artinya kekeliruan ini terus dilanjutkan. Apa artinya ekonomi tumbuh tinggi bila hanya dinikmati sebagian kecil orang?

Simulasi Bank Pembangunan Asia menunjukkan ketimpangan adalah perintang yang besar untuk penanggulangan kemiskinan. Dengan kategori kemiskinan US$ 1,25/hari maka kemiskinan di Indonesia mencapai 16,3 persen, namun bila ketimpangan tak meningkat maka kemiskinan seharusnya hanya 6,1 persen. Tentu saja ini adalah perbedaan yang sangat besar.

Disamping itu, ketimpangan atau kekayaan yang terkonsentrasi bukan hanya menyinggung rasa keadilan, namun juga menyebabkan ekonomi rentan dan rapuh. Daya beli tinggi, namun hanya dimiliki segelintir orang akan membuat agregat permintaan (demand) yang terbatas. Ini berarti pertumbuhan dengan ketimpangan tinggi juga tidak akan berkelanjutan, seperti menyusun rumah kartu yang sewaktu-waktu akan runtuh.

_______________

Setyo Budiantoro

Penulis adalah Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa dan Pengajar Pascasarjana Kajian Kemiskinan Universitas Brawijaya Malang.

Published: Kompas, 23 Juni 2014

Kami menggunakan cookie untuk memberikan Anda pengalaman terbaik.