Koalisi ResponsiBank Indonesia Ajukan Pengaduan Terhadap ING Karena Danai PLTU Batubara Baru

BERITAJAKARTA.CO.ID – Organisasi masyarakat sipil Indonesia yang tergabung dalam Koalisi ResponsiBank Indonesia mengajukan pengaduan resmi terhadap Internationale Nederlanden Groep (ING) Bank atas pembiayaannya untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara baru kedua di Indonesia.

PLTU Batubara ini telah menyebabkan kerusakan lingkungan, pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi. Hari ini, 26 April 2021, juga bertepatan dengan berlangsungnya Rapat Pemegang Saham tahunan ING.

Menurut data WALHI Dwi Sawung, ING mendanai PLTU batubara Cirebon 2 senilai US$592 juta. ING sebelumnya juga telah mendanai PLTU batubara Cirebon 1, dan memberikan pinjaman US$182 juta kepada Marubeni, perusahaan di balik pembangunan Cirebon 2.

Koordinator Responsibank Indonesia, Ah Maftuchan mengungkapkan, ING berbagi tanggung jawab atas zat beracun yang berdampak terhadap lingkungan, kerugian bagi petani dan nelayan, dan kematian akibat polusi udara.

“Setiap PLTU batubara di Indonesia menyebabkan rata-rata 600 kematian tambahan setiap tahunnya,” ungkapnya dalam keterangan resmi yang diterima Bertuahpos.com, Senin, 26 April 2021.

Dia menambahkan, biarkan ING menanggapi keprihatinan penduduk lokal Indonesia tentang korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia sebagai akibat dari PLTU batubara baru di Indonesia dan menanganinya.

“Jika ING tidak mau atau tidak dapat melakukannya, ING perlu bertanggung jawab dan menghentikan pembiayaan PLTU batubara di Indonesia,” tambahnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif WALHI Jabar Meiki W Paendong mengungkapkan, bahwa PLTU Cirebon 2 yang pendanaannya didukung oleh ING telah berdampak buruk pada lingkungan dan hilangnya mata pencaharian ratusan buruh tambak garam, serta membuat wilayah tangkap nelayan semakin sempit.

“ING tampaknya tidak memiliki niat baik dan melepas tanggung jawabnya terhadap semua dampak yang muncul akibat dari proyek PLTU di Cirebon. Sudah waktunya ING berhenti dan tidak lagi mendanai bisnis batu bara terutama di sektor PLTU,” tuturnya.

Pengaduan terhadap ING diajukan oleh ResponsiBank Indonesia, sebuah koalisi dari 13 LSM Indonesia dan bagian dari Fair Finance International, dimana Fair Finance Guide juga merupakan bagiannya.

Keluhan tersebut ditujukan kepada Steven van Rijswijk, CEO ING. Dalam pengaduan tersebut, LSM Indonesia mendesak ING untuk mengambil 3 langkah konkret, pertama, menjelaskan secara publik langkah-langkah yang telah diambil bank untuk mencegah kerusakan lingkungan dan pelanggaran hak asasi manusia akibat PLTU Batubara Cirebon 1 dan sebagai akibat dari PLTU Batubara Cirebon 2.

Kedua menjelaskan secara terbuka langkah-langkah apa yang telah diambil ING untuk mencegah korupsi dan langkah-langkah yang akan diambil ING setelah jelas bahwa korupsi berperan dalam mendapatkan izin lingkungan untuk Pabrik Batubara Cirebon 2.

Ketiga, jika ING tidak mau atau tidak dapat memberikan jawaban konkret atas pertanyaan-pertanyaan ini, maka ING menghentikan pendanaan dan menarik diri dari proyek Pembangkit Listrik Tenaga Batubara Cirebon 2.

Pada 2017 dan 2018, Koalisi ResponsiBank Indonesia telah bersurat kepada ING terkait keprihatinan atas pembiayaan PLTU batubara lain di Indonesia. ING menanggapi email pertama dengan istilah yang sangat umum dan sama sekali tidak menanggapi email kedua.

Akibatnya, ResponsiBank saat ini pertama kalinya memilih untuk mengajukan pengaduan resmi kepada ING di meja pengaduan resminya, juga memutuskan untuk mempublikasikan pengaduan ini, dan meneruskan pengaduan tersebut kepada Pemerintah Belanda, yaitu Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan Luar Negeri dan Kerjasama Pembangunan, serta Parlemen Belanda.

ResponsiBank Indonesia, bagian dari inisiatif Fair Finance Asia dan Fair Finance International, berkomitmen untuk memastikan bahwa keputusan pendanaan lembaga keuangan menghormati kesejahteraan sosial dan lingkungan masyarakat lokal.

Koalisi Responsibank Indonesia mendorong bank-bank yang berinvestasi di Indonesia untuk mengadopsi kebijakan dan praktik “perbankan berkelanjutan” yang sejalan dengan tujuan Perjanjian Paris, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Prinsip-Prinsip Panduan Bisnis Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Hak Asasi Manusia (UNGP). (rilis)

Sumber: BeritaJakarta

Kami menggunakan cookie untuk memberikan Anda pengalaman terbaik.