Pada tanggal 20 – 22 Januari 2021 lalu, telah diadakan Kongres Jamesta (Jaminan Pendapatan Dasar Semesta) pertama di Indonesia dengan mengusung tema“Transformasi Jaminanan Perlindungan Sosial di Indonesia”. Kegiatan ini merupakan suatu upaya Menuju Jamesta, yang digagas oleh beberapa organisasi masyarakat sipil antara lain The PRAKARSA, Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI), IndoBIG Network, International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), UBI LAB Jakarta dan International Budget Partnership (IBP).
Dengan diadakannya Kongres Jamesta 2021 yang merupakan forum pertemuan nasional pertama Jamesta di Indonesia, diharapkan dapat memperluas gagasan Jamesta kepada seluruh warga negara Indonesia dan kepada pembuat kebijakan di tingkat pusat dan daerah “ini merupakan historical momentum bagi kami, ini merupakan satu forum yang diperuntukan bagi bertemunya tama-teman pegiat jaminan sosial, pegiat kebijakan sosial, kebijakan ekonomi dan kebijakan public lainnya. Sekaligus sebagai ajang bagi mereka yang mendukung maupun yang tidak mendukung UBI ataupun mereka yang masih ragu. Kongres ini diharapkan dapat menyatukan tautan-tautan ide yang dapat memperkuat dan mempercepat kemajuan reformasi kebijakan perlindungan sosial dan jaminan sosial di Indonesia.” Imbuh Ah Maftuchan, Direktur Eksekutif The PRAKARSA.
Kongres ini bertujuan untuk sosialisasi kepada para pemangku kepentingan baik pemerintah, swasta, organisasi masyarakat sipil, media, komunitas dan masyarakat secara luas untuk melakukan transformasi kebijakan perlindungan sosial di Indonesia dengan skema Universal Basic Income (UBI). UBI atau Jamesta merupakan sebuah program dimana setiap warga negara mendapat uang setiap bulan, dalam jumlah yang sama, yang minimal bisa memenuhi kebutuhan dasar mereka, tanpa prasyarat apapun, untuk semua golongan masyarakat, dengan harapan akan memperkuat kebebasan pribadi dan kesejahteraan warga.
“saya rasa Jamesta lebih adil untuk kita semua. Kenapa, karena ternyata disitulah kunci bagaimana distribusi pendapatan kita baik yang bersumber pada pajak maupun yang bersumber pada pengelolaan sumber daya alam dapat lebih adil. Hal ini sebagai upaya mewujudkan cita-cita proklamasi dan konstitusi Indonesia, yang pada akhirnya mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, setara dan sejahtera.” Papar Anwar “Sastro” Ma’ruf, (Sekretaris Jenderal KPRI)
Kongres ini diikuti lebih dari 41 lembaga dan organisasi dan dihadiri oleh lebih dari 300 orang baik pengisi acara dan peserta kegiatan. Narasumber dan moderator yang dihadirkan cukup beragam dari berbagai kalangan dan sektor. Mulai dari unsur pemerintah, politisi, akademisi, lembaga riset, organisasi masyarakat sipil, organisasi pekerja, tokoh masyarakat, hingga CEO dari platform terkemuka di Indonesia. Semua orang berkontibusi besar sepanjang kongres berlangsung, menuangkan ide dan gagasan mengenai Jamesta di Indonesia. Bukan hanya narasumber yang berasal dari dalam negeri saja, Kongres Jamesta juga dihadiri oleh narasumber dari negeri seberang seperti UK, India, Korea Selatan dan Turki untuk berbagi pengalaman.
Kongres ini bisa menjadi langkah awal untuk mendiskusikan transformasi kebijakan dalam situasi krisis yang terjadi seperti wabah pandemic Covid-19 atau bencana alam yang secara terus menerus memang akan dialami oleh Indonesia. Perkembangan industrialisasi, dimana era revolusi indistri 4.0 yang mengakibatkan banyak pekerja yang ter PHK dan meningkatnya infomalitas semakin memerkuat bahwa kita semua memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendapatan. Dalam situasi pandemi Covid-19, kebijakan Jamesta ini menjadi sangat urgen untuk segera di-implementasikan. Krisis kesehatan turut mempengaruhi sektor ekonomi terutama bagi pekerja yang terhambat aktivitas ekonominya.
“Jamesta dapat meningkatkan daya tawar, karena akan punya lebih banyak pilihan. Jamesta sangat pas untuk membantu transisi revolusi industri 4.0. Mulai muncul kesadaran bahwa kita merupakan negara kesejahteraan, dimana Jamesta merupakan cita-cita bangsa.” Yanu E. Prasetyo, (IndoBIG Network)
Yanu juga menyampaikan bahwa gagasan mengenai Jamesta yang dulu dinilai utopis namun saat ini menjadi relevan karena adanya situasi krisis. Jamesta sangat tepat diterapkan karena non-diskriminasi dan mampu mengcover seluruh warga termasuk kelompok-kelompok yang selama ini tidak menjadi sasaran program seperti kelompok marginal dan juga ibu rumah tangga. Ini adalah momentum kita bersama, dan agenda kita bersama untuk mewujudkan masa depan masyarakat Indonesia yang lebih adil dan merata. Situasi pandemic ini diharapkan dapat menstimulus pembuat kebijakan untuk mengimplementasikan Jamesta sebagai tonggak reformasi perlindungan sosial di Indonesia yang lebih adil, merata dan bisa meningkatkan martabat bagi seluruh warga, sehingga stigma terhadap penerima bantuan sosial dapat berakhir. Selain itu Jamesta juga dapat menjaga daya beli masyarakat ditengah masa pandemic. Hal ini sangat mungkin diterapkan, karena masyarakat Indonesia sudah memiliki modal yang sangat kuat di tingkat akar rumput.
Untuk semakin mendekatkan hal ini terwujud maka harus ada pembagian peran dan perlu menyusun manifesto bersama. Penerapkan ujicoba di level kabupaten/kota atau provinsi perlu segera diterapkan. Ada beberapa daerah yang memiliki kapasitas fiscal yang memadai untuk penerapan Jamesta. Selain itu juga Indonesia sudah punya pengalaman dalam mewujudkan UHC lewat JKN sehingga kita harus lebih percaya diri agar Jamesta segera terwujud.
“Jamesta adalah moving forward, Jamesta memiliki akar sosiologis dan budaya yang sangat kuat di Indonesia tidak hanya gotong royong. Masyarakat juga menerapkan “bagito” (bagi roto atau bagi sama roto) itu bisa kita temukan di kampung-kampung, desa-desa di berbagai wilayah Indonesia. Yang perlu dilakukan sekarang yakni bergandengan tangan untuk merumuskan langkah-langkah practical sehingga semakin dekat dengan kebijakan di Indonesia.” Tutup Ah Maftuchan, Direktur Eksekutif The PRAKARSA.