Kelompok masyarakat sipil membuka Konferensi Tingkat Tinggi Civil 20 (C20 Summit) 2022 di Hilton Resort Nusa Dua, Bali, pada Rabu (5/10/2022). Sebanyak lebih dari 600 peserta hadir baik secara langsung maupun daring, mewakili 280 organisasi dari 57 negara dan 5 benua untuk mengambil peran dalam menyuarakan aspirasi masyarakat sipil kepada para pemimpin dunia di G20. Pertemuan ini mengangkat tema “Voicing and Realizing a Just Recovery for All (Menyuarakan dan Mewujudkan Pemulihan yang Adil untuk Semua)”.
Chair C20 Indonesia Sugeng Bahagijo menyampaikan, pentingnya pertemuan kali ini adalah untuk menunjukkan bahwa C20 telah menjalankan tugas dan perannya untuk menyuarakan suara masyarakat sipil kepada para pemimpin dunia di G20.
Pada kesempatan ini hadir Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, Duta Besar India untuk Indonesia Shri Manoj Kumar Bharti, Tenaga Ahli Menteri ESDM Yudo Dwinanda Priaadi, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo, dan Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sigit Reliantoro. Hadir pula secara daring Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, untuk menyampaikan tanggapan Pemerintah Indonesia kepada C20.
Dalam pembacaan statmen politik resmi C20, Co-Chair C20 Aryanto Nugroho menyampaikan bahwa C20 berharap G20 Leaders’ Summit 2022 yang akan dilaksanakan pada November 2022 mendatang dapat membawa solusi untuk mengatasi krisis global yang sedang terjadi.
“Kita berkumpul di sini hari ini di tengah krisis dan konflik yang menyelimuti dunia kita. Cukuplah untuk mengatakan bahwa kita semua berbagi kesengsaraan dan kesedihan yang dialami oleh jutaan saudara dan saudari kita yang disebabkan oleh krisis kemanusiaan dan perubahan iklim, meningkatnya inflasi, kekurangan pangan dan energi.” jelas Aryanto.
Selain itu C20 juga memandang bahwa para pemimpin G20 belum mampu menyatukan pandangan, dibuktikan dengan banyaknya pertemuan menteri G20 yang gagal menghasilkan deklarasi menteri. “Hal ini menjadi perhatian besar bagi organisasi masyarakat sipil, karena menunjukkan bahwa G20 belum mampu mengesampingkan perbedaan mereka, melainkan fokus pada kepentingan mereka sendiri,” kata Aryanto.
C20 mengajak kepada semua pemimpin G20 untuk mengakhiri kepentingan mereka sendiri dan bersatu untuk menyelesaikan krisis. Saatnya berkolaborasi untuk mempromosikan perdamaian dunia dan kemanusiaan.
C20 memangdang, jargon “Recover Together, Recover Stronger (Pulihkan Bersama, Pulihkan Lebih Kuat)” hanya dapat tercapai jika G20 berkolaborasi dengan negara-negara lain yang memiliki tujuan sama, “Berkomitmen pada upaya bersama untuk pulih dari pandemi, tanpa meninggalkan siapa pun, dengan masukan dan dukungan dari organisasi masyarakat sipil”.
Untuk mencerminkan prinsip tersebut, pada kesempatan ini C20 telah menetapkan 4 isu prioritas dalam statmen politiknya yang kemudian menjadi rekomendasi C20 kepada Pemimpin G20 yaitu Arsitektur Kesehatan Global yang Adil dan Inklusif, Keadilan Iklim dan Transisi Energi yang Adil, Keadilan Pajak dan Keuangan Berkelanjutan yang Inklusif, dan Transformasi Digital Inklusif.
Pertama, arsitektur kesehatan global yang adil dan inklusif dipandang oleh C20 sebagai hal mendasar untuk pemulihan pandemi. Perlunya negara anggota G20 untuk memastikan akses vaksin dan cakupan kesehatan universal (UHC) bagi semua warga negara, serta meningkatkan kapasitas produksi di LMICs melalui berbagi data penelitian, pengetahuan, dan teknologi secara terbuka.
Kedua, terkait keadilan iklim dan transisi energi, C20 memandang penting untuk disuarakan agar negara anggota G20 dapat memastikan akses energi bersih dan memperhatikan aspek perempuan, anak-anak, masyarakat dan penyandang disabilitas dalam setiap pengambilan keputusan. “Selanjutnya, G20 harus menunjukkan komitmennya pada transisi energi yang adil”.
Ketiga, keadilan pajak dan keuangan berkelanjutan yang Inklusif dipandang penting karena proses pemulihan pandemi, krisis multidimensi, dan pendanaan aksi iklim memerlukan perubahan mendasar dalam rezim pajak global dan ketersediaan keuangan berkelanjutan.
C20 juga mendorong agar G20 menerapkan pajak kekayaan, pajak layanan digital dan mendukung seruan untuk membentuk Konvensi Pajak PBB dan mereformasi arsitektur utang global di bawah pengawasan PBB, termasuk menciptakan mekanisme restrukturisasi utang yang jelas, lebih tepat waktu, dan teratur. Selanjutnya C20 juga meminta agar G20 memastikan lembaga keuangan berkomitmen pada prinsip keberlanjutan dengan mengamanatkan pembentukan taksonomi hijau.
Keempat, transformasi digital yang inklusif diharapkan mampu memberikan solusi bagi masyarakat dan peluang hidup yang lebih baik.
Keempatnya isu tersebut menajadi perhatian para delegasi C20 dan diharapkan dapat diadopsi dalam kebijakan G20 dengan tetap memegang prinsip keadilan gender, dan mempromosikan hak-hak penyandang disabilitas. “Kebijakan pengamanan untuk menghilangkan kekerasan berbasis gender dan disabilitas di tempat kerja, khususnya di sektor pekerjaan yang berisiko tinggi termasuk di platform digital harus menjadi prioritas. Perluasan dan perlindungan ruang sipil harus menjadi prasyarat untuk memastikan keterlibatan masyarakat sipil dan multi-stakeholder dalam perumusan kebijakan G20”