Indonesia merupakan negara dengan cadangan nikel dan produksi bijih nikel terbesar secara global, yaitu mencapai 42,3 persen dari total cadangan nikel global. Potensi yang tinggi tersebut juga berdampak pada peningkatan perekonomian negara, seperti Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) royalti nikel yang mengalami peningkatan 8 kali lipat pada Mei 2022 dengan nilai Rp 4,18 triliun dibandingkan dengan PNBP royalti nikel tahun 2015 sebesar Rp 531 miliar. Namun, hal ini tidak sebanding dengan eksternalitas negatif yang diciptakan dari aktivitas industri nikel, seperti kerusakan lingkungan, pelanggaran hak asasi manusia, potensi korupsi, sengketa lahan, hingga penggusuran lahan masyarakat.
Laporan penelitian “Melacak Jejak Pembiayaan: Dampak Lingkungan dan Sosial Industri Nikel di Indonesia Indonesia” merupakan hasil penelitian mendalam yang meninjau pemberitaan media terkait aktivitas industri nikel melalui metode analisis konten media, serta aliran pembiayaan industri nikel di Indonesia selama tahun 2009 – 2015 (sebelum Perjanjian Paris) dan 2016 – 2023 (setelah Perjanjian Paris) dengan metode penelusuran aliran pembiayaan (Follow the Money).
Penelitian ini menemukan, bahwa pemberitaan media di sektor industri nikel paling banyak didominasi oleh pemberitaan dari sisi ekonomi, yaitu baterai kendaraan listrik dan hilirisasi industri nikel. Sayangnya, dampak negatif yang ditimbulkan oleh industri ini belum menjadi perhatian media mainstream, seperti isu pemenuhan hak masyarakat adat, hak perempuan, hingga PADIATAPA. Isu-isu tersebut lebih banyak diberitakan oleh media investigasi, seperti Tirto, Mongabay, Tempo, dan Project Multatuli.
Di sisi lain, aktor-aktor di level pemerintah atau pemangku kebijakan lebih banyak melontarkan wacana yang berkaitan dengan isu-isu ekonomi, seperti penerimaan negara, hilirisasi industri nikel, hingga baterai kendaraan listrik, sedangkan isu-isu mengenai HAM dan lingkungan dari aktivitas industri ini justru lebih banyak digaungkan oleh aktor-aktor dari organisasi masyarakat sipil.
Dari sisi aliran pembiayaan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aliran investasi di sektor hulu nikel didominasi oleh pemodal asal China. Investasi ini dilakukan secara terpusat di provinsi-provinsi yang kaya akan cadangan nikel, yaitu di Sulawesi dan Pulau Halmahera (Maluku Utara). Menariknya, keuntungan dari aliran pembiayaan ini kembali ke negara asal investornya, yaitu China, sehingga efek berganda nikel di Indonesia sejatinya hanya bersifat semu.