Oleh: Setyo Budiantoro (Peneliti Senior The PRAKARSA, Dosen Fellow IDEAS Global Program, Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan Pengajar Pasca Sarjana Universitas Udayana)
Prabowo Subianto, dalam bukunya “Strategi Transformasi Bangsa Menuju Indonesia Emas 2045,” menawarkan visi yang tidak hanya ambisius, tetapi juga sarat kedalaman pemikiran yang mencerminkan alam pikirnya sebagai seorang pemimpin yang peduli pada masa depan Indonesia.
Di tengah tantangan global yang semakin kompleks, seperti perubahan iklim, ketidakstabilan geopolitik, dan perkembangan teknologi begitu cepat, Prabowo menekankan pentingnya kembali ke nilai-nilai dasar yang telah digariskan oleh para pendiri bangsa dalam UUD 1945. Dia percaya bahwa untuk mencapai Indonesia kuat, makmur, dan disegani di panggung internasional, kita harus kembali ke prinsip-prinsip Ekonomi Pancasila, sistem yang dirancang untuk menjamin keadilan sosial dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam pemikiran Prabowo, Ekonomi Pancasila bukan sekadar konsep ekonomi; ia adalah cerminan dari identitas nasional yang menempatkan keadilan sosial dan kesejahteraan bersama di atas kepentingan individu. Dalam pandangannya, ekonomi bukan hanya tentang bagaimana sumber daya dialokasikan, tetapi juga tentang bagaimana kita memandang diri kita sebagai bangsa dan bagaimana kita memutuskan untuk hidup bersama.
Oleh karena itu, kembali ke prinsip-prinsip Ekonomi Pancasila adalah upaya untuk menyelaraskan kembali arah pembangunan dengan nilai-nilai luhur yang menjadi landasan berdirinya negara ini.
Prabowo berargumen bahwa penyimpangan dari nilai-nilai ini telah menciptakan ketimpangan yang sangat mencolok di Indonesia. Ketika mekanisme pasar dan segelintir oligarki mengendalikan perekonomian, yang terjadi adalah penumpukan kekayaan di tangan segelintir orang, sementara mayoritas rakyat terpinggirkan.
Ini adalah pengkhianatan terhadap amanat Pasal 33 UUD 1945, yang menegaskan bahwa kekayaan alam dan cabang-cabang produksi yang penting harus dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dengan demikian, Prabowo mengingatkan bahwa kembali ke Ekonomi Pancasila bukan hanya soal mengoreksi kebijakan ekonomi, tetapi juga soal mengembalikan jati diri bangsa yang sejati.
Namun, lebih dari itu, Prabowo memandang ekonomi sebagai medan di mana nilai-nilai moral dan etika diuji. Ketidakadilan ekonomi yang terjadi di Indonesia, menurutnya, bukan hanya akibat dari kebijakan yang salah, tetapi juga dari kegagalan kita sebagai bangsa untuk menjaga komitmen kita terhadap keadilan sosial.
Di sini, Prabowo menempatkan pertanyaan yang lebih dalam: Apa arti kemajuan jika hanya segelintir orang yang menikmatinya? Apa arti pertumbuhan ekonomi jika ia hanya memperlebar jurang antara kaya dan miskin?
Dalam pertanyaan-pertanyaan ini, kita dapat melihat bahwa alam pikir Prabowo tidak hanya terbatas pada soal-soal teknis ekonomi, tetapi juga pada refleksi mendalam tentang keadilan sosial.
Krisis keadilan ekonomi dan aliran kekayaan nasional
Salah satu tema sentral dalam kritik Prabowo terhadap sistem ekonomi saat ini adalah apa yang ia sebut sebagai “net outflow of national wealth,” di mana kekayaan nasional Indonesia lebih banyak mengalir ke luar negeri daripada dimanfaatkan untuk pembangunan dalam negeri.
Menurut dia, fenomena ini bukanlah hal baru, melainkan telah berlangsung selama ratusan tahun sejak masa penjajahan, mencerminkan pola eksploitasi yang masih berlangsung hingga hari ini. Meskipun Indonesia kaya akan sumber daya alam, negara ini belum mampu memanfaatkan kekayaannya secara optimal untuk kesejahteraan rakyatnya, yang justru terus tertinggal akibat kebijakan ekonomi yang kurang berpihak pada kepentingan nasional.
Dalam diskusi sekitar 10 tahun lalu, penulis pernah menjelaskan kepada Prabowo mengenai aliran dana gelap (illicit financial flow) terutama dengan cara misinvoicing, yang berkontribusi terhadap fenomena tersebut.
Setiap tahun, rata-rata aliran dana gelap di Indonesia mencapai angka signifikan, memperburuk situasi di mana kekayaan yang seharusnya digunakan untuk memajukan bangsa malah mengalir ke luar negeri. Fakta ini memperkuat argumen Prabowo bahwa ada masalah struktural dalam pengelolaan kekayaan negara yang harus segera diatasi untuk menghindari pengulangan pola penjajahan ekonomi yang hanya menguntungkan segelintir pihak.
Dalam pandangan Prabowo, situasi ini merupakan bentuk baru dari penjajahan ekonomi—kondisi di mana sumber daya Indonesia diekspor ke luar negeri, sementara rakyatnya hanya mendapatkan sedikit manfaat dari kekayaan tersebut. Ia menggambarkan situasi ini sebagai ironi tragis, di mana bangsa yang kaya secara alamiah tetap miskin karena gagal mengelola kekayaannya sendiri.
Fenomena ini juga mencerminkan kurangnya kedaulatan ekonomi, di mana keputusan-keputusan ekonomi penting lebih sering ditentukan oleh kepentingan asing atau segelintir elite, daripada oleh kebutuhan dan kepentingan rakyat Indonesia.
Lebih jauh, Prabowo mengajak kita untuk merenungkan dampak moral dan sosial dari situasi ini. Ketika kekayaan yang dihasilkan oleh rakyat Indonesia tidak kembali untuk membangun bangsa, kita dihadapkan pada ironi pahit: kita bekerja keras, namun hasilnya dinikmati oleh orang lain.
Ini adalah refleksi dari kegagalan kita sebagai bangsa untuk menjaga dan mengelola kekayaan yang telah kita ciptakan. Lebih dari sekadar masalah ekonomi, ini adalah masalah keberlanjutan sosial dan moral yang mendalam, di mana kita harus mempertanyakan sejauh mana kita telah memenuhi tanggung jawab kita kepada sesama warga negara.
Prabowo juga menekankan bahwa ketidakadilan ekonomi yang diakibatkan oleh aliran kekayaan ke luar negeri bukan hanya merugikan dari segi materi, tetapi juga mengikis kepercayaan rakyat terhadap pemerintah dan sistem ekonomi yang ada. Ketika rakyat merasa bahwa kekayaan mereka dirampas dan tidak ada upaya serius dari pemerintah untuk mengatasinya, kepercayaan terhadap institusi-institusi negara akan menurun.
Ini, pada gilirannya, dapat memicu ketidakstabilan sosial yang berbahaya. Oleh karena itu, mengatasi krisis keadilan ekonomi ini adalah langkah penting dalam menjaga kohesi sosial dan stabilitas politik di Indonesia.
Prabowo Subianto menawarkan solusi berani dan visioner dalam upaya melakukan transformasi bangsa menuju Indonesia Emas 2045. Dia percaya bahwa Indonesia harus mengadopsi strategi pertumbuhan ekonomi agresif dan berkelanjutan untuk keluar dari perangkap negara berpenghasilan menengah (middle-income trap).
Prabowo menargetkan pertumbuhan ekonomi di atas 6-7 persen per tahun, bahkan mencapai 10 persen untuk periode tertentu, guna memastikan Indonesia dapat meningkatkan pendapatan per kapita hingga setara dengan negara-negara maju.
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi signifikan adalah satu-satunya cara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mengurangi ketimpangan ekonomi yang saat ini menjadi masalah besar. Namun, di balik strategi ekonomi ini, tersirat pemikiran lebih dalam tentang esensi dari pembangunan.
Ketika Prabowo berbicara tentang pertumbuhan ekonomi, dia tidak hanya membicarakan angka-angka statistik, tetapi juga kualitas kehidupan yang seharusnya ditingkatkan melalui pertumbuhan. Pertumbuhan ekonomi yang diusulkan bukan hanya untuk menggerakkan perekonomian, tetapi untuk menciptakan ruang di mana setiap individu dapat mengaktualisasikan dirinya dan berkontribusi secara bermakna bagi masyarakat.
Di sini, ekonomi bukan hanya alat, tetapi juga cerminan dari nilai-nilai dan identitas bangsa. Prabowo juga mengambil pelajaran dari negara-negara lain yang berhasil mengelola ekonominya dengan baik, khususnya Tiongkok. Dia mengagumi bagaimana Tiongkok, melalui penerapan prinsip-prinsip kapitalisme negara (state capitalism), berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi luar biasa dan menjadi kekuatan ekonomi global.
Prabowo percaya bahwa Indonesia dapat belajar dari pengalaman Tiongkok dan mengadopsi pendekatan serupa, di mana negara memegang kendali atas cabang-cabang produksi yang vital. Dia menekankan bahwa negara harus lebih berperan dalam mengatur perekonomian dan mencegah dominasi segelintir kelompok oligarki yang hanya memperkaya diri sendiri tanpa memberikan manfaat signifikan bagi rakyat banyak.
Namun, ketika berbicara tentang peran negara, kita juga dihadapkan pada pertanyaan lebih filosofis tentang keseimbangan antara kebebasan individu dan tanggung jawab kolektif. Prabowo mengusulkan negara harus mengambil peran lebih besar dalam mengatur perekonomian, namun harus dilakukan dengan kebijaksanaan dan keterlibatan yang adil.
Negara bukan menjadi pengekang, melainkan pelindung dan pemberi peluang merata bagi seluruh rakyatnya. Keseimbangan ini menuntut kesadaran tinggi dari para pemimpin dan masyarakat untuk tidak terjebak dalam ekstremitas, baik liberalisme berlebihan maupun kontrol negara yang totaliter.
Dalam pemikirannya, Prabowo juga menyoroti pentingnya investasi dalam pembangunan manusia sebagai elemen kunci mencapai pertumbuhan berkelanjutan. Dia menekankan pertumbuhan ekonomi tidak akan bermakna jika tidak diiringi peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Oleh karena itu, Prabowo percaya negara harus memastikan setiap warga negara memiliki akses sama terhadap pendidikan berkualitas, layanan kesehatan yang baik, dan kesempatan untuk bekerja dan berwirausaha. Dia juga menekankan pentingnya pembangunan infrastruktur yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kualitas hidup rakyat Indonesia.
Dalam pandangan lebih luas, Prabowo mengajak kita untuk melihat pembangunan manusia bukan hanya sebagai peningkatan kapasitas teknis atau intelektual, tetapi juga sebagai pengembangan kesadaran kritis dan etis.
Dalam dunia yang semakin kompleks dan penuh dengan tantangan, kemampuan untuk berpikir kritis, memahami dampak jangka panjang dari tindakan kita, dan bertindak dengan kebijaksanaan menjadi sangat penting. Prabowo menekankan pendidikan harus menciptakan individu-individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara moral dan sosial, mampu mengambil keputusan yang mempertimbangkan kepentingan kolektif di atas keuntungan pribadi.
Kedaulatan ekonomi dan identitas nasional
Prabowo menekankan pentingnya kedaulatan ekonomi sebagai bagian dari strategi untuk mencapai Indonesia Emas 2045. Dia percaya Indonesia harus mengurangi ketergantungannya pada impor dan mulai memproduksi sendiri barang-barang yang dibutuhkan oleh rakyat.
Prabowo menyoroti fakta sebagian besar produk yang dikonsumsi oleh rakyat Indonesia, seperti mobil, motor, dan bahan makanan, masih diimpor dari luar negeri. Dia percaya dengan dukungan yang tepat dari pemerintah, Indonesia dapat mulai memproduksi sendiri barang-barang tersebut dan mengurangi aliran kekayaan ke luar negeri.
Namun, kedaulatan ekonomi tidak hanya berarti kemampuan untuk memproduksi barang secara mandiri, tetapi juga mencakup kemampuan untuk menentukan arah pembangunan yang sesuai dengan nilai-nilai lokal dan kebutuhan masyarakat. Prabowo mengajak kita untuk berpikir tentang kedaulatan bukan hanya sebagai kebebasan dari pengaruh asing, tetapi juga sebagai kemampuan untuk membangun ekonomi yang benar-benar melayani rakyat dan memperkuat ikatan sosial di dalam negeri.
Ini adalah kedaulatan yang berakar pada rasa tanggung jawab terhadap sesama dan terhadap lingkungan, yang tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan, tetapi juga pada keberlanjutan dan kesejahteraan jangka panjang.
Prabowo melihat kedaulatan ekonomi sebagai elemen krusial dalam menjaga identitas nasional di tengah globalisasi yang semakin mengaburkan batas-batas negara. Ketika negara memiliki kedaulatan ekonomi, ia memiliki kendali penuh atas sumber daya dan kebijakan ekonominya, sehingga mampu mengarahkan pembangunan sesuai dengan kepentingan nasional dan kebutuhan rakyatnya.
Dalam konteks ini, kedaulatan ekonomi juga merupakan alat untuk melindungi budaya dan nilai-nilai lokal dari pengaruh global yang mungkin tidak sejalan dengan identitas bangsa.
Secara keseluruhan, visi ekonomi Prabowo Subianto untuk Indonesia Emas 2045 adalah visi yang ambisius. Dia menyadari bahwa tantangan yang dihadapi oleh Indonesia sangat besar. Namun, dia juga percaya bahwa dengan kepemimpinan bijaksana, strategi tepat, dan kerja kolektif yang kuat, Indonesia dapat mencapai cita-citanya sebagai negara adil, makmur, dan disegani di dunia internasional.
Buku ini bukan hanya sebuah cetak biru untuk masa depan ekonomi Indonesia, tetapi juga ajakan untuk seluruh rakyat Indonesia agar bersatu dan bekerja keras demi masa depan yang lebih baik.
Dengan refleksi lebih mendalam, kita dapat melihat bahwa Prabowo menawarkan lebih dari sekadar rencana ekonomi. Dia menawarkan visi untuk membangun peradaban yang adil dan sejahtera, yang menghargai setiap individu, memelihara kebersamaan, dan menjaga keseimbangan antara kemajuan material dan nilai-nilai spiritual.
Dalam visi ini, Indonesia tidak hanya diharapkan menjadi negara kuat secara ekonomi, tetapi juga negara yang menjadi teladan dalam mempraktikkan keadilan sosial, keberlanjutan lingkungan, dan tanggung jawab moral di panggung internasional.
Prabowo mengingatkan bahwa keberhasilan sejati bangsa tidak hanya diukur dari seberapa cepat pertumbuhan ekonominya, tetapi juga dari seberapa adil dan merata pertumbuhan tersebut dirasakan oleh seluruh rakyatnya.
Dalam kerangka berpikir ini, pembangunan tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial dan budaya, di mana setiap langkah ekonomi harus dipertimbangkan dengan hati-hati untuk memastikan bahwa ia tidak hanya menghasilkan kekayaan, tetapi juga memupuk kebahagiaan, keadilan, dan ketenangan sosial.
Pada akhirnya, Prabowo mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk bersatu dalam semangat kebersamaan dan tanggung jawab, untuk bersama-sama mengatasi tantangan yang ada, dan untuk bekerja tanpa henti demi terwujudnya Indonesia kuat, adil, dan makmur pada 2045.
Visi ini adalah harapan, impian yang dapat diwujudkan jika kita semua bersedia untuk berkorban, belajar, dan terus maju dengan tekad bulat dan hati penuh dengan cinta kepada bangsa dan Tanah Air. Melalui pendekatan yang mencakup kebijaksanaan politik, keberanian moral, dan keterlibatan kolektif, Prabowo mengusulkan transformasi yang lebih dari sekadar perubahan ekonomi.
Ini adalah ajakan untuk membangun peradaban yang menghargai setiap individu, memelihara kebersamaan, dan menjaga keseimbangan antara kemajuan material dan nilai-nilai spiritual. Dalam visi ini, Indonesia tidak hanya diharapkan menjadi negara kuat secara ekonomi, tetapi juga negara yang menjadi teladan dalam mempraktikkan keadilan sosial, keberlanjutan lingkungan, dan tanggung jawab moral di panggung internasional.
Dengan demikian, visi ekonomi Prabowo Subianto untuk Indonesia Emas 2045 adalah panggilan untuk perjalanan spiritual dan moral yang mengakar pada nilai-nilai kebangsaan.
Ini adalah perjalanan yang menuntut kita untuk merenungkan kembali siapa kita sebagai bangsa, apa yang kita inginkan untuk masa depan, dan bagaimana kita dapat mencapainya dengan penuh tanggung jawab terhadap sesama dan terhadap dunia.
Melalui visi ini, Prabowo mengajak kita semua untuk bermimpi besar, tetapi juga untuk bekerja keras dan bersatu dalam mewujudkan Indonesia yang tidak hanya makmur secara material, tetapi juga kaya akan kebijaksanaan, keadilan, dan kedamaian.
***
Artikel ini sebelumnya telah dimuat di kompas.com dan terbagi menjadi 2 bagian dengan judul “Memahami Alam Pikir dan Konsep Ekonomi Prabow (Bagian I) dan (Bagian II Habis )”.