Phnom Penh, The PRAKARSA – The PRAKARSA sebagai Koordinator Koalisi ResponsiBank Indonesia turut hadir dalam “Konferensi Regional Kedua tentang Transisi Energi yang Adil” atau “2nd CSO Regional Convening on Just Energy Transition” yang berlangsung di Phnom Penh, Kamboja, pada Selasa-Kamis (27-29/8/ 2024). Acara ini dihadiri oleh organisasi mayarakat sipil dari negara-negara ASEAN untuk membahas tantangan dan peluang dalam transisi energi berkelanjutan di kawasan.
Konferensi ini bertujuan untuk mengembangkan peta jalan energi untuk periode 2026-2030, dengan fokus pada kerjasama energi di bawah rencana aksi ASEAN untuk kerjasama energi (APAEC). Dwi Rahayu Ningrum, Peneliti The PRAKARSA menjelaskan, “Konferensi ini bertujuan memastikan bahwa transisi energi tidak hanya berkelanjutan, tetapi juga adil dan inklusif bagi semua lapisan masyarakat.”
Terbagi menjadi beberapa sesi diskusi, konferensi kali ini membahas berbagai tema diskusi diantaranya Overview of Just Transition status in the Emerging ASEAN Energy Landscape (APAEC, ASEAN RE Roadmap) and Possible Entry Points for CSO Engagement, Just Transitions in the ASEAN – Gender, Agriculture, Just Energy Transition (JET) and Finance, Community-Based Just Energy Transition Projects, Gender Just Energy Transition, dan sesi Fair Finance Asia JET Work Reflection.
Berbagai rumusan yang dihasilkan dari konferensi ini kemudian disusun menjadi dokumen Communique/Pernyataan CSO yang ditujukan untuk ASEAN dan negara-negara anggotanya, serta kelompok pemangku kepentingan agar segera menetapkan target yang realistis dan terukur yang memungkinkan transisi energi yang adil (JET) di seluruh kawasan.
Rekomendasi tersebut diantaranya adalah, pertama, menetapkan definisi kolektif dan berbatas waktu untuk transisi energi yang adil, mengatasi dampak perubahan iklim di berbagai sektor.
Kedua, mendorong pengalihan investasi dari bahan bakar fosil ke pengembangan energi terbarukan melalui pedoman regulasi yang jelas.
Ketiga, mengakui dampak perubahan iklim yang tidak proporsional terhadap perempuan dan anak perempuan, serta menciptakan kerangka kerja untuk mengatasi kekerasan berbasis gender.
Keempat, mengatasi konsekuensi lingkungan dan sosial yang bersifat lintas batas (trans-boundary) dari transisi energi melalui mekanisme regional ASEAN.
Kelima, melibatkan China sebagai mitra dialog untuk memastikan proyek energi di kawasan Mekong berkelanjutan secara sosial dan lingkungan.
Konferensi ini menegaskan pentingnya pendekatan berkelanjutan dan inklusif dalam transisi energi di ASEAN. Dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, diharapkan transisi energi yang adil dapat tercapai, menguntungkan semua pihak, dan tidak meninggalkan siapa pun di belakang.
Selain itu menurut Dwi, konferensi ini juga menekankan pentingnya akses terhadap mekanisme konsultasi yang transparan dan inklusif, serta dukungan bagi komunitas yang terdampak. “Kami dari CSO siap bekerja sama dengan ASEAN dan negara anggotanya untuk mewujudkan transisi energi yang berkeadilan, menjamin bahwa tidak ada yang tertinggal dalam proses ini,” tegas Dwi.
“Melalui kolaborasi yang kuat, kita dapat mencapai tujuan energi yang berkelanjutan dan adil untuk masa depan yang lebih baik,” tutup Dwi.