Organisasi Masyrakat Sipil akan Selenggarakan Side Event ASEAN Inclusive Business Summit 2023 untuk Mendukung Peningkatkan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Bertanggung Jawab

Foto bersama para narasumber dari kiri ke kanan Alyaa N.Z (Program Officer INFID), AH Maftuchan (Direktur Eksekutif The Prakarsa), Destry Anna Sari (Asdep Konsultasi Bisnis dan Pendampingan Kementerian Koperasi dan UKM), Yohana Yuliatri (Project Manager The Collaborative, ASPPUK), Eko Suhartanto (Pendidik Kewirausahaan Univ. Prasetya Mulya), Tatat (Program Manager Economic Justice Ixfam in Indonesia). Jakarta (15/8).

Jakarta, The PRAKARSA – Pada tahun 2023 ini, Indonesia tengah menjadi Ketua Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Berdasarkan ASEAN Economic Integration Brief edisi Desember 2022, kawasan Asia Tenggara sendiri telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang luar biasa selama beberapa dekade terakhir, tetapi juga menghadapi tantangan serius, terutama meningkatnya ketimpangan. Solusi bermunculan, dan para pemimpin kawasan telah sepakat bahwa pertumbuhan ekonomi yang inklusif adalah jalan ke depan. Ekonomi inklusif membutuhkan bisnis inklusif. Upaya mendorong dan mewujudkan bisnis yang inklusif dan berkelanjutan juga diharapkan berkontribusi untuk percepatan capaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), di mana semua negara ASEAN telah mengadopsinya.

Untuk itu, Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dari berbagai penjuru Kawasan Asia Tenggara, bersama dengan pemangku kepentingan lain yaitu Pemerintah dan Sektor Bisnis akan berkumpul dan berdialog bersama dalam Side Event ASEAN Inclusive Business Summit 2023 yang akan diselenggarakan di Nusa Dua, Bali, Indonesia, pada tanggal 21-22 Agustus 2023 mendatang. Acara yang rencananya akan dihadiri oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia selaku tuan rumah dari 6th ASEAN Inclusive Business Summit 2023 akan mengangkat isu-isu terkait peran vital yang dimainkan oleh OMS dalam mendukung pengembangan bisnis inklusif dan pembangunan berkelanjutan.

Mengawali rangkaian acara tersebut, hari ini Selasa (15/8), The PRAKARSA bersma International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Oxfam di Indonesia, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), dan Asosiasi Pendamping Usaha Kecil Perempuan (ASPPUK) menyelenggarakan diskusi bersama awak media atau media briefing yang bertajuk “Peran OMS dalam Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi ASEAN Melalui Bisnis yang Inklusif dan Bertanggung Jawab”, bertempat di Madame Delima, Menteng, Jakarta Pusat.

Pada kesempatan diskusi kali ini, Ah Maftuchan, Direktur Eksekutif The PRAKARSA menyatakan “penyelenggaraan side event menunjukan dukungan dan partisipasi aktif masyarakat sipil kepada ASEAN agar Inclusive Business Summit 2023 memberikan dampak nyata pada seluruh pelaku usaha di Indonesia maupun di kawasan ASEAN termasuk pelaku usaha kecil dan menengah. Kenapa kami punya komitment itu, karena kami punya keyakinan bahwa inclusive business sebagai satu pendekatan bisnis yang secara komersial dan non-komersial itu sehat akan menentukan pertumbuhan ekonomi dan akan menentukan kesejahteraan pelaku bisnis di level bawah.”

Lebih lanjut, Maftuchan menekankan pentingnya implementasi bisnis inklusif utamanya di sektor agrikultur. “Sebagaimana riset PRAKARSA menemukan masih timpangnya relasi antara petani kecil dan perusahaan sawit. Selain itu, pelanggaran hak pekerja dan kekerasan terhadap perempuan masih banyak terjadi di lapangan. Namun praktik baik juga sudah ada, misalnya sebagian petani Sawit di Riau memiliki kehidupan yang cukup sejahtera karena kerjasama yang fair antar petani dan perusahaan. Apa yang masih menjadi persoalan dan praktik baik harus dipertemukan sehingga terjadi replikasi praktik baik yang luas”.

Bisnis inklusif mengacu pada pendekatan di mana pelaku bisnis bekerja sama dengan komunitas lokal, pemerintah, dan sektor lainnya untuk memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi memberikan manfaat kepada seluruh lapisan masyarakat, termasuk kelompok yang terpinggirkan. Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) memiliki peran penting dalam memfasilitasi dialog antara para pemangku kepentingan, mendukung pembentukan kemitraan strategis, dan mengawasi implementasi program bisnis inklusif di berbagai sektor. Eko Suhartanto, Pendidik Kewirausahaan dari Universitas Prasetya Mulya mengatakan bahwa Setiap pemangku kepetingan memiliki peran penting dalam mencapai tujuan yang sama dalam mewujudkan bisnis yang inklusif ini. Ultimate goal atau capaian utama dalam bisnis inklusif adalah kesejahteraan atau social welfare, bukan profit atau parameter ekonomi lainnya.”

Berdasarkan laporan the International Finance Corporation (IFC), Pasar Base of The Pyramid  (BoP) terbesar berada di Asia, dengan jumlah total mencapai 2,86 miliar orang. Pasar BoP ini mewakili lebih dari 80% populasi Asia dan hampir setengah dari daya belinya. Bisnis inklusif adalah model bisnis transformatif yang menghubungkan perusahaan dan populasi BoP dengan cara yang unik. Model ini mengintegrasikan masyarakat miskin dalam kegiatan rantai pasokan perusahaan sebagai pelanggan, pemasok, penyalur dan/atau mitra bisnis. Jika mengacu pada SDGs 17 “Kemitraan untuk Mencapai Tujuan” serta prinsip SDGs, no one left behind, kemitraan antar pihak mutlak diperlukan untuk mencapai implementasi bisnis yang inklusif. Pendekatan bisnis inklusif tersebut memberikan keuntungan tidak hanya bagi negara yang mendapatkan dorongan pertumbuhan ekonomi, namun juga bagi masyarakat miskin dan kelompok marginal dalam Base of they Pyramid (BoP) yang taraf hidupnya dapat menjadi lebih baik dan pada akhirnya keluar dari kemiskinan.

“Berefleksi pada contoh nyata dalam salah satu kisah petani perempuan di Pinrang, Sulawesi Selatan, yaitu Ibu Rusda, yang awalnya ibu rumah tangga, namun kemudian mendapatkan beberapa pelatihan bisnis dari Organisasi Masyarakat Sipil dan perusahaan seafood di tempat ia tinggal. Akhirnya kini ia memiliki usaha abon ikan marlin yang dapat mandiri berproduksi. Usaha Dapur Rusda yang ia miliki kini telah mampu memproduksi abon 100-200 kilogram/bulan dengan keuntungan yang mencapai 10 juta rupiah setiap bulan. Hal ini jelas memberikan gambaran betapa penting penerapan bisnis inklusif di Indonesia, dan negara-negara di ASEAN.” Ujar Tatat, Program Manager Oxfam di Indonesia.

Acara Side Event Inclusive Business Summit 2023 yang diinisiasi oleh International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), The PRAKARSA, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Asosiasi Pendamping Usaha Kecil Perempuan (ASPPUK), dan Oxfam di Indonesia tersebut bertujuan untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan best practices serta kolaborasi multi-pihak dalam mendorong implementasi bisnis inklusif. “Kami sangat mendukung kegiatan yang akan dilaksanakan pada tanggal 21-22 Agustus 2023, karena peran Organisasi Masyarakat Sipil sangat penting dalam mendorong agenda bisnis inklusif di ASEAN dan Indonesia. Kolaborasi antara sektor swasta, pemerintah, dan masyarakat sipil adalah kunci untuk menciptakan dampak positif yang lebih besar dan lebih berkelanjutan,” tutup Destry Anna Sari, Asisten Deputi Konsultasi Bisnis dan Pendampingan Kementerian Koperasi dan UKM.

Kami menggunakan cookie untuk memberikan Anda pengalaman terbaik.