Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis laporan implementasi Taksonomi Hijau Indonesia tahun 2022, yang mengungkapkan bahwa pembiayaan untuk kegiatan hijau masih rendah. Dari total pembiayaan sebesar Rp1.521 triliun pada Juni 2022, sebagian besar dialokasikan untuk UMKM daripada kegiatan hijau. Hasil riset Climate Policy Initiative (CPI) menunjukkan bahwa antara 2019-2021, sekitar 34% portofolio LST bank di Indonesia sebesar USD 3,6 triliun diarahkan pada pembiayaan sosial atau UMKM, dengan lebih dari 70% untuk UMKM dan kurang dari 30% untuk kegiatan hijau. Pembiayaan hijau oleh bank swasta mencapai 41% dari total portofolio LST mereka, sedangkan bank BUMN hanya 23%.
Pengungkapan informasi LST penting bagi bank karena memberikan sejumlah manfaat, termasuk mengurangi risiko dalam portofolio, meningkatkan reputasi, dan membuka peluang inovasi dan pertumbuhan. Namun, pengungkapan LST oleh perusahaan publik dan bank di Indonesia masih minim. Beberapa bank seperti Bank Mandiri, BRI, CIMB Niaga, Maybank, dan BJB telah mengungkapkan daftar pengecualian untuk tidak membiayai kegiatan bisnis yang melanggar LST. Meski demikian, ada tantangan signifikan dalam pengungkapan informasi dan risiko LST, termasuk regulasi yang perlu diperkuat, perspektif jangka pendek, kapasitas terbatas, biaya tinggi, serta kurangnya data dan metrik LST.
Pendekatan materialitas ganda dalam pengungkapan informasi LST dianggap penting karena mempertimbangkan dampak finansial dan non-finansial dari aktivitas perusahaan. Mekanisme pengaduan yang kuat juga diperlukan untuk menangani keluhan masyarakat terkait dampak pembiayaan bank. Bank di Indonesia tertinggal dibandingkan bank-bank Asia lainnya dalam hal mekanisme pengaduan. Tantangan ini mencakup regulasi yang kurang mendetail, kurangnya keterlibatan manajemen puncak, kapasitas yang terbatas, biaya tinggi, dan kurangnya data yang andal.
Rekomendasi kebijakan untuk memperbaiki situasi ini meliputi revisi dokumen Taksonomi Hijau Indonesia dan Pedoman Teknis POJK 51/2017, pembuatan peraturan teknis turunan UU P2SK, penguatan sistem monitoring dan pengaduan, serta pembentukan forum pemangku kepentingan atas keuangan berkelanjutan. Bank juga disarankan membuat pelaporan LST berdasarkan target yang jelas dengan bukti dan data yang terukur.
Dengan implementasi kebijakan yang lebih baik dan pengungkapan informasi LST yang lebih transparan, diharapkan pembiayaan untuk kegiatan hijau di Indonesia dapat meningkat. Ini akan membantu memenuhi kebutuhan pendanaan iklim dan mengurangi kesenjangan pembiayaan yang saat ini masih signifikan. Melalui pendekatan ini, bank di Indonesia dapat memainkan peran lebih besar dalam mendukung keberlanjutan lingkungan dan sosial di masa depan.
Baca selengkapnya Policy Brief volume 44 yang berjudul “Pengungkapan Aspek Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola Bank: Transparansi atas Keberlanjutan” berikut ini: