Penerapan Pajak Kekayaan bagi Orang Superkaya Dinilai Jadi Solusi Pulihkan Ekonomi

KBRN, Jakarta: Pemerintah dinilai perlu menggali potensi pendapatan lain dari sektor pajak, untuk menambal kekurangan anggaran akibat pandemi Covid-19. Salah satu cara yang bisa diterapkan, yakni dengan memberlakukan pajak kekayaan atau wealth tax kepada miliarder.

Wealth tax sebenarnya bukanlah hal yang baru namun semakin menemukan relevansinya di tengah pandemi. Organisasi internasional seperti OECD dan IMF mendukung penerapan ide ini.

Bahkan ide wealth tax juga didukung oleh kalangan miliarder di negara maju dan berkembang yang tergabung dalam organisasi Millionaires for Humanity.Baca juga:  Realisasi Lima Objek Pajak di Pandeglang Tahun 2019 Meleset Dari Target

Di Indonesia, strategi ini mendapat dukungan dari masyarakat. Hal itu setidaknya tercermin dari survei yang dilakukan Glocalities dan Millionaires for Humanity yang melibatkan 1051 masyarakat sebagai responden.

Hasilnya, sebanyak 79 persen responden mendukung penerapan wealth tax di Indonesia dimana orang yang memiliki lebih dari Rp140 miliar rupiah harus membayar pajak tahunan tambahan sebesar 1 persen.

“Responden meyakini wealth tax penting untuk membantu mendanai pemulihan ekonomi dan membantu masyarakat yang terdampak Covid-19. Hanya 4 persen responden yang menolak gagasan tersebut. Hasil polling ini menegaskan dukungan yang tinggi terhadap kebijakan redistribusi kekayaan melalui penerapan wealth tax,” ujar Direktur Riset Glocalities, Martijn Lampert dalam keterangan yang diterima RRI, Rabu (28/4/2021).

Di Indonesia, Millionaires for Humanity menggandeng The PRAKARSA, sebagai organisasi riset yang memimpin berbagai inisiatif reformasi kebijakan perpajakan di Indonesia dan Asia.

“Pandemi Covid-19 adalah momentum untuk melakukan perubahan sistem perpajakan secara fundamental. Pajak harus dikembalikan sebagai sumber dan alat redistribusi kekayaan bangsa secara adil dan merata. Penerapan wealth tax kepada miliarder sangat tepat agar pemerintah memiliki tambahan dana untuk menjalankan program jaminan sosial, bantuan tunai dan program pemulihan ekonomi rakyat dari dampak Covid-19,” urai Direktur Eksekutif The PRAKARSA, Ah Maftuchan.

Dia mengatakan, semenjak virus Covid-19 masuk di Indonesia pada Maret 2020, penerimaan pajak Indonesia menurun secara signifikan. Penurunan penerimaan negara terjadi karena berkurangnya aktivitas ekonomi sebagai akibat dari regulasi nasional maupun internasional terkait penanganan virus tersebut.

“Disisi lain, belanja negara meningkat cukup signifikan untuk membiayai program kesehatan, social safety net dan juga pemulihan ekonomi nasional. Akibatnya, defisit APBN pada 2020 meningkat hingga mencapai lebih dari 6 persen terhadap produk domestik bruto (PDB),” sambungnya.

“Saya yakin bahwa orang superkaya masih punya komitmen untuk membayar lebih sebagai bagian dari budaya gotong royong. Warga superkaya yang total kekayaan bersih lebih dari Rp140 miliar setahun dapat disasar dengan membayar pajak kekayaan 1 persen dari total hartanya,” tutup Ah Maftuchan.

Sumber: RRI

Kami menggunakan cookie untuk memberikan Anda pengalaman terbaik.