Pengamat Sebut DPR RI Perlu Segera Menyelesaikan RUU yang Tertunda

Ketua DPR RI, Dr. (H.C) Puan Maharani beserta Pimpinan DPR RI yang lainnya saat konferensi pers di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2024). Foto: Farhan/vel (dpr.go.id)

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin

Kemarin, 580 anggota DPR periode 2024-2029 resmi dilantik. Diharapkan mereka dapat menyelesaikan tugas-tugas yang tertunda dari periode sebelumnya.

Selama periode 2019-2024, DPR berhasil mengesahkan sejumlah undang-undang dan mengawasi anggaran, terutama saat pandemi Covid-19.

Sebanyak 130 rancangan undang-undang telah dibahas bersama pemerintah, termasuk UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan UU Perlindungan Data Pribadi (PDP).

Namun, masih ada beberapa RUU penting yang perlu dituntaskan, seperti RUU Perampasan Aset, RUU Masyarakat Adat, dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).

RUU Perampasan Aset, yang dirancang sejak 2008, baru saja dimasukkan dalam Prolegnas Prioritas 2023, tetapi belum ada kemajuan signifikan. RUU Masyarakat Adat juga telah tertunda sejak 2003, sementara RUU PPRT yang sudah dibahas selama 20 tahun belum disahkan meskipun didukung oleh mayoritas fraksi.

Herni Ramdlaningrum Program Manager Lembaga Penelitian dan Advokasi Kebijakan The PRAKARSA, menyampaikan kritik terhadap kinerja DPR sebelumnya.

Herni menyatakan bahwa DPR periode sebelumnya hanya berhasil menyelesaikan sekitar 20 persen dari undang-undang yang harus dituntaskan.

“Untuk periode baru ini ada beberapa yang perlu menjadi perhatian utama. Termasuk RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang sudah hampir 20 tahun menjadi PR dan masih belum jelas akan seperti apa. Selama ini kita seperti di-PHP bahwa RUU ini akan diloloskan. Tapi ternyata sampai detik ini masih belum lolos,” kata Herni dalam program Wawasan  Radio Suara  Surabaya pada Rabu (2/10/2024).

Herni juga menekankan urgensi RUU Perampasan Aset sebagai alat penting dalam memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia.

“Banyak kasus di mana para pelaku korupsi yang melarikan diri atau meninggal dunia, sehingga hasil korupsi tidak dapat dikembalikan ke negara,” tambahnya.

Herni mengungkapkan, dari sekian RUU yang masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas), hanya 20 persen yang diselesaikan. Tetapi, di sisi lain DPR RI juga menyelesaikan banyak sekali UU yang tidak masuk Prolegnas.

“RUU yang tiba-tiba menyisip yang kemudian disahkan dalam tempo satu-dua hari, atau dalam tempo singkat. Artinya DPR menyelesaikan banyak UU, tapi itu bukan yang masuk dalam Prolegnas,” ungkapnya.

Hal ini yang menyebabkan muncul banyak persespsi atas kinerja DPR RI. Termasuk kekhawatiran ketika transaksi kebijakan itu dilakukan.

Ketika UU dinilai sebagai sensitif dan perlu kepentingan dari pihak-pihak tertentu, dan berpengaruh ke kinerja DPR, itu bisa menjadi jalan tol bagi DPR RI untuk mempercepat UU tersebut.

“Tetapi beberapa regulasi yang mungkin dianggap mengganggu atau mengancam kepentingan segelintir orang yang memiliki kekuasaan, pada akhirnya regulasi itu dianggap tidak penting,” sebutnya.

Oleh karena itu, Herni berharap DPR periode 2024-2029 memiliki kemauan politik yang lebih kuat untuk menyusun kebijakan yang memenuhi hak masyarakat.

“Kinerja sebelumnya telah memicu kritik dari publik, dan penting bagi DPR untuk membuka ruang dialog dengan masyarakat,” ungkapnya.

Dengan mandat yang diberikan oleh rakyat, Herni menekankan pentingnya upaya bersama agar RUU yang tertunda dapat segera diselesaikan. DPR juga diharapkan bisa menjadi agen perubahan yang responsif dan lebih mendengarkan kebutuhan masyarakat. (saf/iss)

Sumber: suarasurabaya.net

Kami menggunakan cookie untuk memberikan Anda pengalaman terbaik.