
Jakarta, The PRAKARSA – The PRAKARSA menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Penguatan Sistem Monitoring Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) dan Rencana Induk Pembangunan Industri Daerah (RIPID) yang Adaptif dan Inklusif dalam Agenda Industri Hijau dan Penciptaan Green Jobs,” pada Selasa (16/9/2025), di Hotel Mercure Gatot Subroto, Jakarta.
FGD ini menghadirkan perwakilan dari berbagai direktorat di Kementerian Perindustrian, Kementerian Ketenagakerjaan, organisasi masyarakat sipil, dan think tank. Kehadiran para pemangku kepentingan lintas sektor tersebut menegaskan pentingnya agenda transisi industri hijau dan penciptaan lapangan kerja hijau yang inklusif di Indonesia.
Sektor industri merupakan penyumbang signifikan terhadap emisi karbon sekaligus penyokong utama perekonomian Indonesia dengan kontribusi sekitar 19% terhadap PDB dan 19,3 juta tenaga kerja. FGD ini menjadi ruang strategis untuk bertukar gagasan, merumuskan solusi, dan memperkuat komitmen bersama dalam mendorong agenda industri hijau dan penciptaan green jobs. Hasil diskusi akan menjadi masukan penting bagi penyempurnaan kebijakan industri di tingkat nasional maupun daerah.
Direktur Eksekutif PRAKARSA, Ah Maftuchan, dalam sambutannya menekankan bahwa penguatan monitoring RIPIN dan RIPID merupakan langkah penting untuk memastikan transisi industri hijau tidak hanya menekan emisi, tetapi juga mampu menciptakan lapangan kerja berkualitas.
Penguatan Intervensi Kebijakan Untuk Mendorong Transformasi Industri Hijau
Diskusi dalam FGD dipandu oleh tim PRAKARSA dengan sesi pemantik dari Jati Pramono, Program Manager PRAKARSA. Para peserta kemudian terbagi ke dalam beberapa kelompok tematik yang membahas isu RIPIN, agenda green jobs, dan tiga subsektor prioritas yakni tekstil dan produk tekstil, kendaraan listrik berbasis baterai (KBLBB), dan makanan-minuman.
Dari rangkaian diskusi tersebut, mengemuka sejumlah masukan penting. Peserta menekankan perlunya harmonisasi RIPIN dan RIPID dengan agenda industri hijau agar arah kebijakan lebih konsisten. Selain itu, integrasi kebijakan green jobs ke dalam dokumen perencanaan dinilai mendesak untuk memastikan transisi industri juga membawa dampak pada kualitas lapangan kerja.
Beberapa isu strategis turut menjadi sorotan, di antaranya kebutuhan reskilling dan upskilling tenaga kerja, khususnya di sektor padat karya seperti tekstil; perlunya intervensi kebijakan yang lebih kuat pada sektor ini agar tidak tertinggal dalam transformasi hijau; hingga pentingnya menciptakan permintaan domestik yang berkelanjutan terhadap produk hijau. Peserta juga menegaskan perlunya indikator monitoring yang mampu mencakup seluruh rantai nilai (value chain) sehingga definisi green jobs menjadi lebih komprehensif dan operasional.
Komitmen PRAKARSA
Sebagai lembaga riset dan advokasi kebijakan, PRAKARSA berkomitmen untuk mengembangkan kerangka monitoring RIPIN dan RIPID yang dapat digunakan baik di tingkat nasional maupun daerah. Selain itu, PRAKARSA juga akan melanjutkan kolaborasi dengan kementerian, CSO, serta akademisi untuk memperkuat kapasitas fiskal, riset tematik, dan pengembangan green industrial policy.
“Transisi menuju industri hijau harus berjalan adil dan inklusif. Tidak cukup hanya dengan regulasi dan target, tetapi perlu dukungan kerangka monitoring yang kuat agar bisa benar-benar mengukur pencapaian dan dampaknya bagi masyarakat,” ujar Roby Rushandie, Research and Knowledge Manager PRAKARSA, yang memoderatori sesi pleno.