Jakarta, The PRAKARSA – PRAKARSA menjadi salah satu narasumber pada lokakarya nasional penguatan kolaborasi mitra pembangunan dan kerja sama global dengan tema “Pembangunan Indonesia yang Inklusif Disabilitas” yang diselenggarakan oleh Komisi Nasional Disabilitas (KND), pada Jumat (28/7). Acara ini bertujuan untuk memperkuat kolaborasi KND dengan para pemangku kepentingan dalam hal pembangunan yang inklusif dan ramah disabilitas.
Kegiatan kali ini diikuti oleh peserta yang berasal dari unsur pemerintah diantaranya dari perwakilan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Bappenas, dan Kementerian Sosial (Kemensos). Hadir pula peserta dari organisasi internasional seperti UNHCR, Rutgers Indonesia, KIAT, SKALA, IFES, CBN Global, British Council, UNICEF, WHO, UK Tech Hub, Save The Children, dan ILO. Perwakilan kedutaan besar Australia, Jepang, Jerman, serta beberapa lembaga penelitian dan organisasi masyarakat sipil seperti Kemitraan, AIPJ, dan lainnya.
Pada kesempatan ini KND mengkategorikan kontribusi dari beberapa aktor pemerintah dan non-pemerintah menjadi 5 kluster yakni, kluster kerja-kerja advokasi kebijakan, kluster praktik baik, kluster partisipasi bermakna dari penyandang disabilitas, kluster monitoring, evaluasi dan sistem pelaporan. Kolaborasi multi-pihak ini diharapkan bisa memenuhi Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas (P3HPD) di Indonesia.
Eka Afrina, Manager Riset dan Pengetahuan PRAKARSA berkesempatan memaparkan hasil riset PRAKARSA tentang penyandang disabilitas di tempat kerja di Indonesia. Ia menyebut sebagai negara anggota G20, kondisi disabilitas di tempat kerja di Indonesia masih jauh dari kata layak, tidak ada perubahan yang signifikan pada penyerapan angkatan kerja disabilitas baik sebelum dan selama pandemi Covid-19. “Sekitar 47% pekerja dari setiap kelompok disabilitas mengalami penurunan upah akibat kondisi Covid-19. Bahkan penyandang disabilitas dikecualikan dari mendapatkan pekerjaan, kehilangan pekerjaan, dan kesulitan untuk kembali bekerja setelah pemulihan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Eka juga menyoroti isu terkait keterbukaan akses pekerjaan layak bagi penyandang disabilitas di negara-negara G20, menurutnya masih terdapat 6 negara G20 yang belum memiliki kebijakan kuota wajib untuk mempekerjakan penyandang disabilitas. “Kebijakan ini bukan tentang memenuhi kuota yang wajib saja untuk mempekerjakan penyandang disabilitas, tetapi lebih pada perluasan kesempatan kerja di semua sektor yang seharusnya dibuka secara luas untuk penyandang disabilitas,” katanya.
Menutup pertemuan kali ini, RAKARSA dan mitra pembangunan lainnya dipercaya menjadi mitra KND dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Kerjasama ini dilakukan untuk tujuan pelaksanaan penelitian, advokasi kebijakan, dan penguatan perumusan kebijakan publik berbasis bukti dengan pendekatan multi-pihak bersama aktor pemerintah dan non-pemerintah.
Kerjasama ini juga bertujuan untuk penguatan kapasitas kelembagaan KND dalam melakukan pengembangan, supervisi, pengawasan, dan evaluasi sampai tingkat daerah. Serta mengembangkan kapasitas daerah untuk menyusun Rencana Aksi Daerah Penyandang Disabilitas (RAD-PD) dan peraturan tingkat daerah yang menunjang pelaksanaan RAD-PD. Selain itu, pentingnya memperkuat forum multipihak di tingkat nnjasional antara CSO dan pemangku kepentingan baik dari pemerintah, KND, DJSN, BPJS, asosiasi upengusaha untuk memastikan adanya kesempatan kerja dan perlindungan sosial bagi penyandang disabilitas, denga memasukkan prinsip dan pengukuran Gender Equality Disability and Social Inclusion (GEDSI) dalam RPJP 2025-2045 dan RPJMN 2025-2029.