Tak Ada Data Terpilah, Lansia Kurang Dapat Perhatian

Kendati memiliki potensi untuk berkontribusi dalam pembangunan, penduduk lansia hingga kini tidak banyak mendapat perhatian. Keberadaan lansia justru lebih dianggap sebagai beban, dan rentan ditelantarkan.

JAKARTA, KOMPAS –  Penduduk lanjut usia di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Bahkan dalam lima dekade (1971-2019) jumlah lanjut usia mencapai sekitar 25 juta (9,6 persen) dari jumlah penduduk Indonesia. Meski demikian, hingga kini belum ada data terpilah penduduk lanjut usia, sehingga nasib para lanjut usia seringkali tidak menjadi pertimbangan prioritas dalam penyusunan kebijakan nasional.

Oleh karena itu, pemerintah diharapkan segera melakukan pembaruan data penduduk lanjut usia (lansia) atau warga senior, terutama data pilah, sehingga berbagai program yang disusun dan dijalankan pemerintah menyentuh persoalan dasar para lansia.

Berbagai persoalan penduduk lansia tersebut dibahas dalam “Konferensi Nasional Mengenai Perlindungan Lansia” yang digelar Asosiasi LBH APIK Indonesia Bersama Koalisi Untuk Masyarakat Peduli Usia Lanjut (KuMPUL) pada 22-24 September 2021 secara daring.

Selain tidak memiliki data terpilah, pemenuhan hak-hak lansia yang masih belum menyentuh beberapa persoalan mendasar, karena upaya peningkatan kesejahteraan warga senior masih mengacu pada UU No.13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dinilai tidak sesuai dengan kondisi yang mengalami banyak perubahan.


Beberapa kegagalan kebijakan layanan kesejahteraan warga senior yang ada sekarang adalah disebabkan oleh tidak tersentuhnya akar persoalan yang sebenarnya dihadapi oleh warga senior.

Eka Afrina Djamhari

“Beberapa kegagalan kebijakan layanan kesejahteraan warga senior yang ada sekarang adalah disebabkan oleh tidak tersentuhnya akar persoalan yang sebenarnya dihadapi oleh warga senior,” ujar Eka Afrina, dari Perwakilan KuMPUL saat membacakan kesimpulan/rekomendasi dari Konferensi Nasional Mengenai Perlindungan Lansia, pada penutupan konferensi, Jumat (24/9/2021).

Oleh karena itu, pemutakhiran data terpadu tentang warga senior perlu dilakukan secara digital dan berjenjang mulai dari komunitas, pemerintah desa sampai dengan ke pemerintah pusat. Selain itu, pemerintah diharapkan memberi peluang dan menjamin kemudahan aksesibiltas kepada publik bilamana diperlukan.

Pada pembukaan konferensi, dalam diskusi publik yang menghadirkan pembicara dari perwakilan KuMPUL (Eva Sabdono, Adhi Santika, dan Yossa Nainggolan), serta  Khotimun Sutanti, dari Asosiasi LBH APIK Indonesia, juga mengangkat berbagai situasi lansia di Indonesia saat ini.  Keberadaan penduduk lansia merupakan anugerah sekaligus tantangan, di masa kini maupun masa mendatang.

Pada satu sisi warga lanjut usia (lansia) atau warga senior yang sehat, aktif, dan produktif merupakan aset bangsa. Namun di sisi lain, jumlah warga senior yang besar sering dipersepsikan sebagai beban karena kapasitas kesehatan, sosial, dan ekonominya rendah.

Ekslusi warga lansia di berbagai sektor

Eva mengemukakan, pada dasarnya kebijakan terkait penduduk lanjut usia diarahkan sesuai UU 13/1998 dan kesepakatan global berdasarkan kepentingan nasional dan tujuan pembangunan, untuk mendorong lanjut usia yang sehat, produktif, mandiri, sejahtera lahir batin. Sejauh ini ada banyak kebijakan dan program untuk lansia baik oleh pemerintah maupun masyarakat. “Namun eksklusi terhadap lansia masih terjadi diberbagai sektor,” ujar Eva.

Esklusi terjadi karena koordinasi yang kurang baik antar kementerian/lembaga dan pemangku kepentingan lainnya, data terpilah lanjut usia yang kurang akurat dan komprehensif, dan relasi sosial yang timpang di masyarakat seperti keterlantaran dan kekerasan terhadap lanjut usia.

“Lemahnya data terpilah mengakibatkan realita situasi lansia kurang dapat dilihat secara komprehensif sehingga belum menjadi prioritas dalam rencana pembangunan nasional. Program perlindungan lansia sesuai hak-hak lansia secara berkesinambungan seharusnya menjadi bagian penting dan terintergrasi dalam program pembangunan nasional,” tegas Eva.

Khotimun mengungkapkan temuan LBH APIK di lapangan, hasil asesmen di 3 provinsi (Bali, Sumatera Utara, dan Yogyakarta), data tentang lansia masih banyak yang belum memadai.

“Data terpilah lansia sering belum tersedia di tingkat desa, data kekerasan terhadap lansia masih minim dan belum memuat terpilah secara lebih komprehenship, serta tidak ada pembaharuan data tahunan,” ujarnya.

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Tubagus Ahmad Choesni, saat menutup konferensi tersebut menyambut baik hasil dan rekomendasi dari Konferensi Nasional Mengenai Perlindungan Lansia.

“Kami akan segera menelaah hasil konferensi nasional ini, dan kami akan bahas dalam rapat koordinasi,” katanya seraya berharap hasil konferensi ini akan ikut mewarnai implementasi kebijakan pemerintah terkait lansia.

Sumber: Kompas.id

Kami menggunakan cookie untuk memberikan Anda pengalaman terbaik.