Berita Baru, Jakarta — Peneliti Ekonomi, The PRAKARSA, Rahmanda Muhammad Thaariq mengatakan bahwa selain Ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 yang mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen (y-o-y), kontraksi pada pertumbuhan pengeluaran pemerintah juga cukup mengejutkan.
Menurut Rahmanda, anjloknya pengeluaran pemerintah di angka 6,9 persen pada kuartal kedua tahun ini merupakan yang terburuk selama satu dekade terakhir. Dia menilai, kondisi ini mengindikasikan bahwa saat ini isu kebijakan fiskal belum cukup ekspansif.
“Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah dan pemerintah desa harus eksekusi belanja pemerintah,” kata Rahmanda Muhammad Thaariq, dalam pers rilis The PRAKARSA, Jakarta, (6/08).
Rahmanda menyebutkan, melihat kondisi ekonomi saat ini pemerintah perlu berkonsentrasi bagaimana membuat kebijakan fiskal ekspansif efektif dalam mengungkit pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Pertama, membuat belanja pemerintah tereksekusi sedini mungkin dan berkualitas,” ujarnya.
Selain itu, menurut Rahmanda pemerintah juga perlu mengarahkan bantuan sosial dalam bentuk tunai dan menyasar kepada semua warga. Namun apabila pemerintah masih mengedepankan pendekatan targeting, lajutnya, yang harus masuk sebagai sasaran adalah kelompok rumah tangga dengan pendapatan ekonomi menengah.
“Terlebih, berdasarkan laporan World Bank, terdapat 115 juta Aspiring Middle Class (calon kelas menengah) yang rentan jatuh miskin lagi (Jamila). Sebagian besar dari kelompok ini hanya memiliki tingkat konsumsi rata-rata per bulan antara Rp2-4,8 juta rupiah.
Lebih lanjut Rahmanda juga menyebutkan bahwa sebagian besar dari mereka merupakan pekerja informal sehingga tidak memiliki jaminan sosial dan sering kali tidak tercakup oleh bantuan sosial dari pemerintah.
Ramanda sangat mengapresiasi terhadap rencana pemerintah memberikan bantuan tunai kepada kelompok pekerja formal dengan gaji di bawah Rp 5 juta. Namun, menurutnya hal tersebut berpotensi “mengekslusi” kelompok pekerja informal, maka pendekatan semesta menjadi solusi yang paling tepat.
Diketahui, pendekatan semesta adalah bantuan tunai tanpa syarat bagi semua warga dapat menjadi alternatif dalam menggenjot konsumsi rumah tangga. Jaminan penghasilan semesta bisa diberikan kepada seluruh warga usia produktif dan lansia selama minimal 3 bulan dengan nilai Rp 500-600 ribu tiap bulannya.
“Ketiga, besaran dan durasi belanja pemerintah atau bantuan sosial harus bersifat fleksibel di mana dapat disesuaikan kembali apabila aktivitas perekonomian masih belum bergairah,” tambah Rahmanda.
Herawati, yang juga Peneliti Ekonomi The PRAKARSA menambahkan, meski percepatan pemulihan ekonomi perlu menjadi perhatian utama pemerintah, tidak lantas kemudian upaya percepatan penanggulangan pandemi COVID-19 dinomorduakan.
“Tiongkok telah membuktikan penanggulangan pandemi COVID-19 yang agresif terbukti mempercepat peningkatan ekonomi. Pada kuartal ketiga tahun ini pertumbuhan ekonomi Tiongkok tercatat rebound dari minus 6,8 persen menjadi positif 3,2 persen,” Kata Herawati.
Menurut Herawati, apabilah dilihat dari inflasi Indonesia sejak Maret 2020 yang relatif rendah dan berada di tren yang menurun, hal tersebut mengindikasikan bahwa penurunan ekonomi selama pandemi COVID-19 lebih diakibatkan oleh demand shock dari pada supply shock.
“Dengan demikian, pemerintah masih punya ruang yang cukup untuk mempercepat serapan belanja dan bila perlu memperbesar anggaran belanja pada tahun ini,” tutupnya.
Sumber: Beritabaru