TSFWG C20 Soroti Penanganan Aliran Keuangan Gelap dalam Implementasi BEPS

TSFWG C20 selenggarakan diskusi publik dengan tema “BEPS Implementation and Tax Transparency in Addressing Tax Crime”, Kamis (6/10/2022). 

Di sela pertemuan C20 Summit hari ke 2, Taxation Sustainable Finance Working Group (TSFWG) C20 menyelenggarakan diskusi publik yang membehas tema “BEPS Implementation and Tax Transparency in Addressing Tax Crime (Implementasi BEPS dan Transparansi Perpajakan dalam Penanggulangan Tindak Pidana Perpajakan)”, Kamis (6/10/2022). 

Diskusi kali ini menghadirkan beberapa pembicara diantaranya Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Haula Rosdiana, Tax and Fiacal Justice Asia (TAFJA) Tony Salvador, Manajer Program The PRAKARSA Herni Ramdlaningrum, dan Hiroo Aoba dari Public Services International (PSI) Asia Pasifik. 

Dalam kesempatan ini, Herni Ramdlaningrum membahas tentang penanganan aliran keuangan gelap di industri perikanan yang selama ini mengakibatkan hilangnya pendapatan Indonesia dari sektor tersebut. “Indonesia butuh uang ini untuk APBN, tapi hilang karena aliran keuangan gelap begitu saja,” katanya. 

Lebih lanjut Herni menyampaikan, melacak aliran keuangan gelap merupakan masalah sederhana yang hanya membutuhkan kemauan politik pemerintah. 

Sedangkan Tony Salvador dari TAFJA berpendapat bahwa pentingnya penerapan pajak digital secara adil karena perpajakan merupakan urat nadi pemerintah. “Hak perpajakan negara-negara berkembang sedang diserang oleh perusahaan-perusahaan besar terutama yang bergerak di bidang digital dan beberapa negara kaya. Mari lindungi hak kita untuk mengenakan pajak atas layanan digital,” ujarnya. 

Lebih lanjut, Hiroo Aoba menekankan pentingnya organisasi masyarakat sipil untuk mengampanyekan isu-isu keadilan perpajakan secara lebih efektif. Ia juga mengatakan aturan global tentang perpajakan perusahaan harus diubah.”Perusahaan multinasional harus dikenakan pajak sebagai entitas kesatuan. Pajak harus didistribusikan sedemikian rupa sehingga negara-negara berkembang mendapatkan bagian yang adil atas transaksi multinasional,” kata Aoba. 

Sementara itu Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, Haula Rosdiana, menambahkan perlunya kebijakan kolaboratif dalam penerimaan pajak dan transformasi perpajakan. Hal yang dapat dilakukan, pertama, pentingnya membangun data base yang valid dan reliable. Kedua, meminimalkan biaya dalam pemungutan pajak. 

“Poin ketiga, memperkuat good governance. Empat, produktivitas pendapatan yang berkelanjutan. Terakhir, kebijakan kolaboratif akan mendorong terciptanya mutual trust,” kata Haula

Kami menggunakan cookie untuk memberikan Anda pengalaman terbaik.