Permasalahan tenaga kerja dan keterampilan belum diletakkan sebagai inti dari penghambat kesejahteraan ekonomi, karena selama ini isu ketenagakerjaan hanya dikaitkan dengan masalah pengangguran. Padahal lebih dari itu, ketenagakerjaan erat kaitannya dengan pendidikan, akses, dan kemiskinan. Dalam data BPS tahun 2017, mayoritas penduduk Indonesia bekerja di sektor informal, yaitu 50, 64 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian pekerja di Indonesia masuk dalam kategori pekerja rentan di mana pekerja informal secara umum tidak mendapatkan perlindungan sosial dan ketenagakerjaan yang layak.
Dari total angkatan kerja Indonesia tahun 2015, banyak perempuan bekerja di sektor-sektor yang minim perlindungan sosial seperti sektor informal, ditambah ketimpangan upah antargender di Indonesia mencapai 14,5%. Kesempatan mendapatkan pekerjaan yang layak berdampak terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, dan mengurangi kohesi sosial. Biro Pusat Statistik (BPS) mencatat lebih dari 60% orang yang tidak bekerja, berada di usia muda dengan rentang usia dari 15 hingga 24 tahun. Anak muda dan perempuan merupakan kelompok yang paling rentan dalam sistem ketenagakerjaan saat ini.
Revolusi 4.0 merupakan peluang sekaligus ancaman bagi anak muda untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Seiring masuknya revolusi industri 4.0 dan pengaruh otomatisasi, kualitas tenaga kerja harus semakin ditingkatkan. Dengan jumlah penduduk angkatan kerja terbanyak ke-4 di dunia dan akan mengalami bonus demografi di tahun 2030, Indonesia berkesempatan untuk membangun kesejahteraan yang lebih baik. Namun, sayangnya struktur angkatan kerja kita didominasi oleh pendidikan rendah dan tidak terampil. Hal ini disebabkan belum maksimalnya kuantitas dan kualitas pendidikan di Indonesia.
Tingginya angkatan kerja yang berpendidikan rendah membuktikan akses pendidikan belum dapat dijangkau secara merata oleh masyarakat, sehingga untuk menyelesaikan pendidikan SMA saja begitu sulit. Begitu pun dengan hasil pendidikan di Indonesia yang secara kualitas belum memenuhi kesesuaian antara output pendidikan dengan kebutuhan dunia usaha atau belum link and match. Sehingga banyak industri yang kesulitan mendapatkan angkatan kerja yang kompeten dan sesuai dengan kebutuhan.
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kondisi pekerja muda (usia 16–30 tahun) di 5 Kabupaten/Kota di Indonesia, yakni kabupaten Malang, Kabupaten Bojonegoro, Kota Yogyakarta, Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Wonosobo. Kondisi yang dilihat antara lain terkait dengan pendidikan dan pelatihan kerja serta kondisi kerja layak dalam pekerjaan mereka. Penelitian dilakukan dalam rentang waktu kurang lebih 4 bulan (September 2017 – Januari 2018). Penelitian ini menggunakan pendekatan mix method, yakni kualitatif dan kuantitatif. Metode kuantitatif menggunakan survei. Survei ditujukan kepada 787 responden yang dipilih menggunakan teknik multi stage sampling. Responden yang menjadi sampel dipilih secara purposive, yakni angkatan kerja yang berusia 16 – 30 tahun.
Kemudian dibuat perhitungan kuota dan random sampling hingga ke tingkat kecamatan dan desa. Tahap terakhir pemilihan responden ditentukan berdasarkan arah mata angin dimulai dari titik kantor desa yang terpilih secara random. Sedangkan untuk metode kualitatif menggunakan teknik desk review dan wawancara mendalam untuk mendapatkan gambaran secara lebih mendalam. Wawancara dilakukan kepada pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan dan pelatihan kerja, perusahaan atau dunia usaha, angkatan kerja muda dan laki-laki dan perempuan, dan kelompok-kelompok terkait lainnya yang dapat memberikan informasi terkait isu ketenagakerjaan.