The PRAKARSA Dorong Penerapan Pajak Kekayaan dan Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan

Processed with VSCO with al3pro preset

Jakarta, The PRAKARSA – Pajak kekayaan dapat menjadi alternatif mobilisasi sumber pendanaan untuk pembangunan yang lebih variatif. Pajak kekayaan juga dapat menjadi instrumen peningkatan kontribusi dari kalangan super kaya, terutama dalam situasi krisis.

Lembaga riset dan advokasi kebijakan The PRAKARSA menjadi salah satu narasumber dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Konektivitas Wilayah: Generasi Z, Motor Penggerak Indonesia Maju” yang diselenggarakan oleh Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Edhie Baskoro Yudhoyono. Bertempat di Hotel Sultan, Jakarta, pada Kamis (12/12/2024).

Direktur Eksekutif The PRAKARSA, Ah Maftuchan, pada kesempatan ini menyampaikan bahwa sistem fiskal Indonesia saat ini mengalami tantangan besar. Ia menyoroti batas defisit anggaran yang ditetapkan sebesar 3% dari PDB, yang menurutnya perlu dikaji ulang untuk memberikan kelonggaran dalam mobilisasi sumber pendanaan pembangunan.

“Pandangan saya 3,5% hingga 4% masih memungkinkan. Lalu kemudian dengan itu juga akan membuat pemerintah bisa melakukan mobilisasi sumber pendanaan pembangunan yang lebih variatif,” kata Maftuchan.

Lebih lanjut, ia juga menekankan pentingnya pemerintah Indonesia mengadopsi pajak kekayaan sebagai pilihan instrumen untuk meningkatkan kontribusi dari kalangan super kaya, terutama dalam situasi krisis.

“Kami mengusulkan kita perlu meng-exercise pajak kekayaan. Kami sudah melakukan diskusi dengan Kementerian Keuangan dua tahun yang lalu namun Kementerian Keuangan selalu menyatakan bahwa ini secara technically visible tapi politically agak berat, jadi silahkan komunikasikan dengan parlemen, dengan DPR agar nanti bisa menjadi salah satu opsi,” terang Maftuchan.

Pada kesempatan ini Maftuchan juga menggarisbawahi pentingnya pembangunan infrastruktur yang merata untuk meningkatkan konektivitas antar wilayah. Ia mengusulkan agar pembangunan infrastruktur tidak hanya fokus pada jalan tol dan bandara saja, tetapi juga pada penyediaan transportasi publik yang ramah lingkungan.

Ia menyatakan bahwa infrastruktur harus mampu mendukung mobilitas orang dan barang, serta meningkatkan pelayanan publik, terutama di luar pulau Jawa. “Kualitas layanan kesehatan dan pendidikan di daerah terpencil perlu ditingkatkan untuk mengurangi ketimpangan sosial,” kata Maftuchan.

Dalam konteks pemberdayaan generasi muda, Maftuchan menekankan perlunya akses yang lebih baik terhadap pelatihan kerja dan pendidikan. Ia mengusulkan agar pelatihan tidak hanya tersedia di kota-kota besar, tetapi juga di daerah, dengan fokus pada sertifikasi keahlian untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja.

“Kewirausahaan juga harus diperkuat dengan memberikan akses terhadap permodalan dan pasar. Kami percaya bahwa hilirisasi komoditas unggulan Indonesia, seperti sawit dan coklat, dapat memberikan nilai tambah yang langsung dirasakan oleh masyarakat,” ungkap Maftuchan.

Processed with VSCO with al3pro preset
Processed with VSCO with al3pro preset
Processed with VSCO with al3pro preset

Lebih lanjut Maftuchan juga menyoroti pentingnya memperhatikan eksternalitas negatif yang sering muncul dari prioritas pembangunan nasional. Ia mengingatkan bahwa “banyak kasus tanah yang belum beres, banyak kasus ganti untung yang belum beres, dan dampak lingkungan yang terabaikan. Ini semua perlu menjadi perhatian serius dalam setiap langkah pembangunan.”

Di akhir paparan, Maftuchan berharap bahwa forum ini akan menjadi jembatan komunikasi yang lebih baik antara parlemen dan masyarakat. Ia menekankan pentingnya kerja sama untuk membangun Indonesia yang lebih adil dan berkelanjutan.

“Semoga forum ini dapat menjadi jembatan komunikasi yang lebih baik antara parlemen dan masyarakat. Kita perlu bekerja sama untuk membangun Indonesia yang lebih adil dan berkelanjutan,” tutupnya.

Kami menggunakan cookie untuk memberikan Anda pengalaman terbaik.