Hasil Survei Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan bahwa target penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Anak Balita (AKABA) di Indonesia belum tercapai, bahkan AKI meningkat signifikan menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup dari 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Hal ini menunjukkan adanya kemunduran dalam pencapaian target kesehatan ibu, yang mirip dengan kondisi tahun 1997. Selain itu, AKB hanya sedikit menurun dari 34 menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup, sementara AKABA turun menjadi 40 per 1.000 kelahiran hidup. Target Millennium Development Goals (MDGs) untuk tahun 2015 jauh dari tercapai, dengan AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup, AKB sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup, dan AKABA sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup.
Minimnya program dan alokasi anggaran yang tidak memadai menjadi faktor utama yang menyebabkan kurang optimalnya penurunan AKI, AKB, dan AKABA. Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2014, alokasi anggaran untuk kesehatan ibu dan anak hanya sebesar Rp. 248 miliar, atau sekitar 0,54% dari total anggaran bidang kesehatan. Kesalahan dalam perencanaan, pelaksanaan program, serta kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah turut berkontribusi pada situasi ini. Keefektifan program Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB) juga dinilai masih lemah.
Untuk mengatasi persoalan ini, pemerintah perlu merancang ulang strategi dan kebijakan penurunan AKI, AKB, dan AKABA. Kementerian Kesehatan telah menyusun Rencana Aksi Nasional (RAN) Penurunan AKI, namun sosialisasi dan implementasinya di daerah masih belum optimal. Penting bagi pemerintah daerah untuk mengintegrasikan RAN ke dalam kebijakan lokal dengan pemahaman dan koordinasi yang kuat. Selain itu, perlu adanya dorongan dan komitmen dari daerah untuk menciptakan regulasi dan program spesifik sesuai dengan konteks masing-masing daerah guna mencapai target penurunan AKI, AKB, dan AKABA.