Suara.com – JUMLAH menteri di dalam kabinet pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto ditengarai bakal lebih gemuk dari kabinet Presiden Jokowi. Sejumlah narasumber mengatakan kemungkinan pemerintahan baru nanti memiliki 44 kementerian. Melonjak signifikan dibandingkan 34 kementerian pada era Jokowi.
Bertambahnya jumlah kabinet Prabowo itu disampaikan oleh elite Partai Golkar Bambang Soesatyo alias Bamsoet saat membuka acara Turnamen Bulutangkis pimpinan DPR dan MPR RI di GOR Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa, 10 September lalu. Hal itu juga diakui oleh Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan beberapa waktu lalu.
Dari 44 Kementerian, terdapat enam kementerian koordinator. Selain penambahan, nama kementerian koordinator kemungkinan juga berubah.
Jumlah kementerian yang gemuk itu disinyalir agar bisa mengakomodir partai politik pendukung Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 lalu.
Latar belakang menteri yang akan mengisi kabinet gemuk Prabowo dipertanyakan. Dikhawatirkan pengambilan keputusan itu hanya bagi-bagi ‘kue’ kekuasaan, bukan untuk kepentingan rakyat.
Upaya membentuk kabinet gemuk Prabowo tercium dari revisi Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara di DPR RI. Dalam revisinya, DPR mengubah prasa jumlah kementerian hanya dibatasi paling banyak 34, menjadi tidak terbatas, sesuai kebutuhan presiden.
Peneliti dari lembaga penelitian dan advokasi kebijakan, The PRAKARSA, Bintang Aulia Lutfi menilai pembentukan kementerian gemuk Prabowo berpotensi menciptakan tumpang tindih kewenangan.
Saat ini saja, kata dia, persoalan kelestarian lingkungan setidaknya melibatkan tiga kementerian, yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian ESDM dan Kementerian PPN/Bappenas.
“Nah, bagaimana kalau misalkan ternyata kementerian ini semakin banyak? Ini menjadi sebuah tantangan dalam koordinasinya,” kata Bintang kepada Suara.com.
Kementerian gemuk itu dinilai tak sejalan dengan semangat reformasi birokrasi yang selama ini gencar dikampanyekan pemerintah. Dengan bertambahnya jumlah kementerian otomatis membuat sejumlah aturan atau regulasi bertambah. Resikonya, tercipta lapisan-lapisan administrasi baru karena beberapa kementerian yang dipecah-pecah.
“Walaupun memang saat ini pemerintah banyak upaya-upaya seperti pemaduan data dan informasi menggunakan digitalisasi, tapi hingga saat ini progresivitasnya masih dipertanyakan,” katanya.
Baca selengkapnya di sini: liks.suara.com