Lebih dari 22 juta penduduk dunia pada tahun 2030 diprediksi terdiagnosa penyakit kanker. Di Indonesia, tahun 2020 jumlah kasus baru penyakit kanker mencapai 396.914 kasus dan 234.511 pasien dilaporkan meninggal dunia (Sung et al., 2021). Terdapat tiga jenis kanker di Indonesia yang mengalami peningkatan tertinggi pada periode tahun 2020 yakni: kanker payudara 16,6%, kanker serviks 9,2%, dan kanker paru-paru 8,8% (GLOBOCAN, 2020). Penyakit kanker mengakibatkan peningkatan beban ekonomi bagi pasien, keluarga pasien dan penyedia lalayanan kesehatan. Pengeluaran rumah tangga juga terdampak setelah pasien didiagnosis kanker, karena biaya OOP (out-of-pocket) yang dikeluarkan untuk menunjang pengobatan/terapi khusus belum ditanggung sepenuhnya oleh Jaminan Kesehatan Nasional. Ditambah lagi dengan biaya langsung non-medis yang masih dibebankan pada pasien dan keluarganya, serta biaya tidak langsung yang dapat berpengaruh pada keadaan ekonomi keluarga.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan memahami pengalaman pasien kanker dan keluarganya secara mendalam; mengetahui faktor-faktor yang berkontribusi terhadap proses perawatan dan pengobatan pasien; mengetahui perkiraan biaya langsung medis dan non-medis serta biaya tidak langsung yang menjadi OOP; serta memberikan rekomendasi berbasis bukti untuk mendukung intervensi oleh pemerintah dalam isu penyelenggaraan pelayanan pasien kanker. Penelitian ini menggunakan model illness trajectory dalam menganalisis hasil temuan lapangan, sehingga fokus utamanya adalah perjalanan penyakit yang dialami oleh pasien dan keluarganya. Penggunaan illness trajectory dapat merepresentasikan efek kumulatif dari penyakit yang mempengaruhi gejala fisik, perubahan keberfungsian individu dan sosial pasien, serta mengkaji secara spesifik setiap tahapan yang dialami pasien mulai awal terdiagnosa hingga mengalami gejala selanjutnya (Smit et al., 2019).
Lebih lanjut, penelitian ini juga menggunakan konsep biaya OOP dalam kesehatan agar dapat menggambarkan beban ekonomi yang dialami oleh rumah tangga atau individu akibat hilangnya sumber ekonomi dan peluang karena terjadinya suatu penyakit (Pisu dkk, 2010). Ketaatan dan kemauan untuk terus menjalani pengobatan juga akan sangat bergantung pada resiliensi pasien dalam progresi penyakit yang dialami. Konsep ketahanan atau resiliensi menjadi relevan dan dapat digunakan untuk menganalisa faktor-faktor yang berkontribusi dalam perjalanan penyakit kanker dari informan penelitian.
Berdasarkan temuan lapangan, pada fase pre-diagnosis mayoritas pasien kanker mengabaikangejala awal yang dirasakan. Hal ini disebabkan oleh masih minimnya literasi kesehatan, sehingga sebelum kondisinya parah mereka memilih untuk tidak memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan. Selain itu, pengalaman, motivasi, dan pengetahuan juga mempengaruhi tindakan yang dilakukan oleh pasien kanker pada fase awal ini. Kemudian pada fase memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan, penelitian ini menemukan hambatan yang dialami oleh pasien kanker antara lain: layanan rumah sakit yang tidak memadai, transparansi tahapan pengobatan yang disampaikan oleh dokter masih minim, dan keterbatasan informasi terkait tahapan rujukan yang diberikan tenaga medis kepada pasien.
Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses perawatan dan pengobatan pasien kanker yang ditemukan yakni: dukungan dari caregiver, dukungan keluarga dan keluarga besar, dukungan dari komunitas, informasi dari pihak ketiga, dan motivasi internal pasien untuk sembuh. Bentuk dukungan yang diberikan beragam mulai dari dukungan psikologis, pendampingan, dukungan finansial, dukungan material, dukungan dalam mencari berbagai informasi terkait dengan pengobatan, dukungan untuk memilih fasilitas kesehatan, dan mengatur sumber dana pembiayaan selama berobat.
Temuan terkait biaya langsung non-medis meliputi beberapa pengeluaran substansial seperti: biaya transportasi, akomodasi (penginapan), makan (selain pelayanan gizi rumah sakit), tambahan vitamin, pengobatan alternatif, kebutuhan diapers, dan biaya untuk pengasuhan anak sementara ketika pasien berobat ke luar kota. Biaya transportasi meliputi biaya perjalanan darat (termasuk tol atau supir), biaya pesawat, ojek, dan kapal. Sedangkan untuk biaya tidak langsung non-medis yang ditemukan dalam penelitian ini adalah hilangnya produktivitas pasien atau keluarganya. Hilangnya produktivitas seperti pemotongan gaji disebabkan karena ketidakhadiran di tempat kerja, memprioritaskan mengasuh pasien kanker dibanding bekerja, atau mengurangi frekuensi kerja karena mendampingi pasien menjalani pengobatan.
Dalam penelitian ini juga dilakukan analisis terkait implikasi dari temuan lapangan terhadap kebijakan pengendalian penyakit kanker di Indonesia. Pertama, berkaitan dengan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap usulan kebijakan berdasarkan hasil analisis kualitatif temuan lapangan yakni: durasi pengobatan pasien kanker yang cukup lama dengan intensitas tinggi berimplikasi pada pengeluaran langsung non-medis pasien dan keluarganya. Kebijakan yang ada saat ini masih berfokus pada program pencegahan dan peningkatan tata laksana kasus untuk penanggulangan Penyakit Tidak Menular (PTM). Sehingga perhatian terhadap kebijakan kuratif perawatan dan pengobatan pasien kanker belum maksimal.
Kedua, mengenai pengeluaran langsung medis yang meliputi: pengobatan/supplement, teknologi, targeted therapy, sistem rujukan, pemerataan faskes, dan peningkatan jumlah spesialis onkologi. Salah satu kebijakan dalam hal efisiensi pembiayaan yaitu peningkatan kapasitas Penilaian Teknologi Kesehatan (PTK). Penilaian Teknologi Kesehatan (Health Technology Assessment) dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (PTK-JKN) merupakan analisis kebijakan yang dilakukan secara sistematis dengan pendekatan multidisiplin untuk menilai dampak penggunaan teknologi kesehatan. Namun kebijakan ini masih berfokus pada peningkatan efisiensi pembiayaan dari BPJS Kesehatan dan fasilitas kesehatan, belum mengakomodir peningkatan efisiensi dari pengeluaran pasien/rumah tangga untuk kesehatan.
Ketiga, tentang pengeluaran langsung non-medis diantaranya: biaya perawatan paliatif (homecare), biaya transportasi, biaya makan, biaya akomodasi, dan pengeluaran lainnya yang belum masuk dalam paket manfaat dari jaminan kesehatan nasional. Kebijakan terkait perawatan paliatif di Indonesia saat ini masih berfokus pada perawatan di fasilitas kesehatan. Kemudian untuk pengeluaran langsung non-medis lainnya juga belum masuk dalam paket manfaat jaminan kesehatan nasional.
Keempat, kaitannya dengan biaya tidak langsung yang harus dikeluarkan oleh pasien dan keluarganya yaitu: risiko kehilangan pekerjaan karena merawat anggota keluarga yang terdiagnosa kanker, pemotongan gaji, tidak mendapatkan insentif dalam bekerja, berkuranggnya penghasilan, produktivitas menurun, kondisi kesehatan mental juga menurun. Saat ini belum ada kebijakan yang mampu mendorong adanya penanganan psikoedukasi terhadap pasien dan juga caregiver dalam fasilitas kesehatan yang sama.