Kebutuhan tenaga kerja terampil Indonesia setiap tahunnya semakin meningkat, kondisi itu berbanding lurus dengan minimnya tenaga kerja terampil. Indonesia masih kekurangan tenaga kerja terampil sebanyak 3,8 juta orang. Padahal, tahun 2030 Indonesia mendapatkan bonus demografi dimana tenaga produktif akan lebih dominan, dikatakan Direktur Eksekutif Swara Nusa Institut, Iranda Yudhatama, kemarin dalam dialognya di salah satu rumah makan di Kota Wates.
“Situasi mis-macth ini terjadi karena perbedaan cara pandang pembangunan terkait persoalan ketenagakerjaan yang sebatas sebagai residu dari kebijakan-kebijakan pembangunan nasional atau tidak menjadi prioritas dalam pembangunan nasional,”
Kegiatan ini terselenggara atas kerjasama antara Swara Nusa Institute, INFID, Perkumpulan Prakarsa dengan menhadirkan nara sumber Kepala Disnakertrans Kulonprogo (Eko Wisnu Wardana), Hery Budoyo (Kepala Sekretariat BNSP Kementrian Tenaga Kerja RI), Susilastuti DN (Dosen FISIP UPN Veteran Yogyakarta )
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Kulonprogo, Eko Wisnu Wardana menambahkan, dilihat dari tingkat kemiskinan, Kulonprogo mengalami kondisi anomali. Kondisi ini bahkanya banyak mengundang ahli untuk melakukan penelitian.
“Jumlah pengangguran turun, tingkat kebahagiaannya tinggi, namun tingkat kemiskinan juga tinggi. Disitulah kondisi anomali, bisa jadi ini masalah kultur masyarakat. Bahkan ada yang berseloroh, kalau mau merasakan hidup miskin tapi bahagia datanglah ke Kulonprogo,” ( yah )