Jakarta, The PRAKARSA – The PRAKARSA sebagai lembaga penelitian dan advokasi kebijakan sekaligus koordinator Koalisi ResponsiBank Indonesia, terlibat dalam kegiatan International Parliamentary Inquiry ASEAN Parliamentarians for Human Rights. Bertempat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Senin (22/7/2024).
Pertemuan tersebut membahas kondisi pertambangan nikel di Indonesia sebagai mineral transisi untuk pengembangan energi terbarukan. Pemateri dari Komisi IV dan VII DPR RI menyampaikan konteks pertambangan nikel di Indonesia.
Direktur Eksekutif The PRAKARSA pada kesempatan tersebut menyampaikan hasil riset yang telah diselesaikan yang berjudul “Melacak Jejak Pembiayaan: Dampak Lingkungan dan Sosial Industri Nikel di Indonesia”. Riset ini menyoroti mengenai eksternalitas negatif yang diciptakan dari aktivitas industri nikel, seperti kerusakan lingkungan, pelanggaran hak asasi manusia, potensi korupsi, sengketa lahan, hingga penggusuran lahan masyarakat. Sengketa lahan dan penggusuran yang dilakukan juga memicu konflik dengan masyarakat adat yang berakibat pada rusaknya tatanan sosial dan ekonomi lokal.
Selain itu, pada pertemuan tersebut juga dibahas tingkat pengangguran dan kemiskinan di provinsi-provinsi penghasil nikel yang juga masih tinggi, serta manfaat ekonomi yang dijanjikan tidak dirasakan secara merata oleh masyarakat lokal.
Hal ini sejalan dengan temuan The PRAKARSA yang menggarisbawahi bahwa kebijakan hilirisasi nikel nyatanya belum memberikan efek berganda bagi masyarakat pada wilayah dengan cadangan nikel terbesar. “Ini dapat dilihat dari beberapa aspek, pertama penyerapan tenaga kerja terbatas, masih banyak menyerap tenaga kerja asing, dan dibatasi oleh pendidikan dan skill tertentu yang tentu saja memperkecil kesempatan untuk masyarakat sekitar wilayah industri yang tidak dapat memenuhi kriteria. Kedua, wilayah provinsi pertambangan nikel menempati persentase penduduk miskin secara moneter paling tinggi di Indonesia,” jelas Maftuchan.
Sebagai contoh, Sulawesi Tengggara dengan tingkat kemiskinan sebesar 11,43 persen pada Maret 2023 di atas angka nasional. “Ketiga, mayoritas provinsi di area lingkar tambang nikel memiliki persentase Angka Kemiskinan Multidimensi (AKM) tertinggi. Sebagai contoh, Papua dengan nilai AKM tertinggi sebesar 69,65 persen, Maluku Utara di urutan ketiga dengan nilai AKM 45,92 persen, Papua Barat di urutan keempat dengan nilai AKM 41,65 persen, serta Maluku di urutan kelima dengan nilai AKM 40,83 persen (The PRAKARSA, 2023),” lanjut Maftuchan.
The PRAKARSA berharap kedepannya terjadi pemerataan pembangunan bagi masyarakat di wilayah industri nikel. “Selain itu, pemerintah perlu mengatur lebih ketat dan mewajibkan perusahaan tambang dan smelter nikel di Indonesia untuk melakukan uji tuntas hak asasi manusia,” pungkas Maftuchan.