Menambal APBN dari Pajak Kekayaan Orang Superkaya, Ini yang Harus Dilakukan

ILUSTRASI. Masyarakat perkotaan mulai beraktivitas pada pagi hari di Jakarta, Selasa (9/1/2024). Gini ratio di perkotaan akhir kuartal I 2023 tercatat 0,409, naik dibanding September 2022 yang sebesar 0,402 dan gini ratio Maret 2022 yang sebesar 0,403. Semakin tinggi gini ratio artinya ketimpangan antara si kaya dan si miskin makin lebar. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/09/01/2024

Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Postur gemoy pada kabinet pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto sudah dipastikan membutuhkan anggaran yang besar untuk menjalankan program-program prioritas, selain beban operasional dan belaja rutin di kementerian dan lembaga.

Artinya, dukungan APBN sangat dibutuhkan untuk memuluskan program kerja yang menjadi janji politik Prabowo, sebut saja makan gratis bergizi. Hanya saja, beban anggaran ini tentu menyesakkan APBN kita yang sebagian besar masih mengandalkan dari penerimaan pajak. Hanya saja, penerimaan pajak terbilang seret, rasio pajak terhadap PDB masih rendah yakni 10,3%.

Fuad Rahmany, Dirjen Pajak periode 2011-2014 mengungkapkan, pajak kekayaan untuk orang superkaya bisa menjadi solusi mencari tambahan pendapatan negara di tengah menurunnya daya beli kelas menengah.

Hitungan Lembaga Penelitian The Prakarsa, jika tax rate 2%, maka potensi penerimaan yang bisa dikumpulkan adalah Rp 86,6 triliun, di mana golongan 100 orang terkaya akan menyumbang Rp 55,7 triliun, dan sisanya akan menyumbang sebesar Rp 30,9 triliun. Asumsinya, dari sekitar 4.600 orang Indonesia memiliki kekayaan di atas US$ 10 juta atau Rp 144 miliar.

baca selengkapnya di sini: KONTAN.CO.ID

Kami menggunakan cookie untuk memberikan Anda pengalaman terbaik.