Merayakan 10 Tahun GATJ! Gerakan Global untuk Keadilan Pajak

Quezon, Filipina, The PRAKARSA lembaga penelitian dan advokasi kebijakan bersama APMDD (The Asian Peoples’ Movement on Debt and Development) sebagai co-coordinator Jaringan Pajak dan Keadilan Fiskal Asia (TAFJA) menyelenggarakan Konferensi Internasional GAT@10 di Quezon City, Filipina pada 9 – 11 November 2023.

Kegiatan ini turut didukung oleh Kanada untuk Keadilan Pajak (C4TF) dan dihadiri oleh anggota TAFJA dari seluruh Kawasan Asia. Konferensi International ini diselenggarakan untuk memperingati 10 tahun Aliansi Global untuk Keadilan Pajak (GATJ). Selain itu, kegiatan ini bertujuan untuk merayakan solidaritas dan dukungan komunitas keadilan pajak regional yang telah mendorong GATJ dalam perjuangan keadilan pajak selama 10 tahun terakhir.

Pertemuan ini juga bermaksud untuk mengidentifikasi tantangan, capaian dalam kampanye dan advokasi global dan regional, dan bertukar pengetahuan dan pembelajaran terutama terkait industri ekstraktif dan hubungannya dengan peraturan pajak global saat ini. Yang lebih utama, konferensi internasional ini menjadi ruang untuk pembaruan komitmen dan penguatan kerja kolektif antara anggota Jaringan Pajak dan Keadilan Fiskal di seluruh dunia. Tema yang diusung dalam konferensi ini adalah “Tax and Extractives: Make MNCs Pay Their Share, Rewrite Global Tax Rules!”. 

Dalam pidato pembukaannya, Herni Ramdlaningrum, Manajer Program PRAKARSA, menjelaskan konferensi ini tidak hanya menjadi perayaan perjuangan GATJ selama 10 tahun terakhir, tetapi juga merupakan momentum strategis untuk merayakan soliaritas global, merenungkan pencapaian, mengidentifikasi tantangan terkini, dan merumuskan komitmen baru dalam perjuangan global untuk keadilan pajak. Herni juga menekankan perhatian pada urgensi dalam menghadapi krisis pajak global dan isu ekstraktifisme dan bagaimana Perusahaan multinasional memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak.

Herni menyampaikan bahwa konferensi juga untuk mengidentifikasi tantangan, bertukar pengetahuan, dan memperbarui komitmen. “Harapannya, jaringan pajak berkeadilan dapat meningkatkan pemahaman tentang hubungan antara perjuangan keadilan pajak dan tantangan di tingkat lokal, nasional, dan regional”. (kata Herni, Program Manager The PRAKARSA)

Konferensi ini menurut Herni merupakan tonggak penting dalam gerakan global untuk keadilan pajak, memberikan dorongan bagi para advokat keadilan pajak untuk terus memperjuangkan perubahan dan mendorong kerja sama internasional yang adil dan efektif.

Selain itu, Jeannie Manipon, Senior Program Manager APMDD dalam sambutannya menyoroti tiga poin penting dalam konferensi ini. Pertama, ia menekankan pentingnya Perayaan ulang tahun ke-10 untuk memberi penghormatan pada GATJ yang telah berjuang selama satu dekade untuk keadilan pajak. Ia menyatakan kebanggaannya menjadi bagian dari perjuangan kolektif ini dan komitmen untuk kerja sama kedepan terkait keadilan pajak.  Kedua, Jeannie menekankan tema konferensi, terutama relevansinya bagi Filipina yang memiliki sejarah panjang dalam dinamika kekuasaan kolonial dan neokolonial, terutama dalam industri ekstraktif. Ia merinci kerangka hukum dan regulasi yang kompleks yang mengatur pertambangan serta kontribusi ekonomi yang dipertanyakan dari industri tersebut, menyoroti perlunya mengatasi masalah seperti pembebasan pajak, kerusakan lingkungan, dan dampak sosial.

Terakhir, Jeannie menarik perhatian pada peringatan 10 tahun terjadinya topan super Haiyan (Yolanda) dan dampak mendalamnya pada komunitas yang terdampak pertambangan. Ia menyoroti peran industri ekstraktif dalam memperparah krisis iklim dan perjuangan komunitas terdampak untuk mendapatkan keadilan dan rehabilitasi. Jeannie menekankan keterkaitan perjuangan global untuk keadilan pajak dengan perjuangan lokal, nasional, dan masalah lingkungan.

Selain memberikan sambutan, Herni juga memberikan pemaparan dalam salah satu sesi mengenai hasil perhitungan PRAKARSA terkait aliran keuangan gelap pada sektor ekstraktif khususnya bagaimana persoalan arus Keuangan Ilegal (Under-Invoicing) terjadi pada pada Komoditas Batu Bara dan Turunannya di Indonesia. Total nilai Under-Invoicing selama 10 tahun terakhir adalah sekitar 72,3 miliar USD. Dalam 10 tahun terakhir, perbedaan catatan nilai total Under-Invoicing didominasi oleh kode subkomoditas 270119 dan 270112. Pada tahun 2021, kode subkomoditas 270210 mencatat nilai Under-Invoicing tertinggi sekitar 2,8 miliar USD. Pada praktik over-invoicing, arus Keuangan Ilegal pada Sektor Batu Bara dan Turunannya di Indonesia selama 10 tahun terakhir mencapai adalah 54,7 miliar USD. Dalam 10 tahun terakhir, perbedaan nilai total over-invoicing juga didominasi oleh kedua kode subkomoditas. Total nilai over-invoicing mencapai angka tertinggi pada tahun 2012 sebesar 9,2 miliar USD.

Selain itu, Herni menyampaikan PRAKARSA berhasil mengestimasi Potensi kerugian aliran keuangan ilegal dengan menggunakan metode penyimpangan faktur (under dan over) pada ekspor Sektor Batu Bara dan Turunannya di Indonesia dimana dalam 10 tahun terakhir diperkirakan mencapai 127,92 miliar USD atau 44 persen dari total nilai ekspor.  Under-invoicing dari Pendapatan Bukan Pajak (BNPB) dari Batu Bara dan Turunannya selama 10 tahun juga mengakibatkan kerugian negara dengan potensi hehilangan senilai 2,3 miliar USD. Rata-rata setiap tahun, kerugian BNPB adalah 230,6 juta USD, dengan nilai terbesar terjadi pada tahun 2021 sebesar 398,8 juta USD. Terjadi peningkatan signifikan dari 2020 ke 2021, under-invocing meningkat sebesar 254,4% dari nilai sebelumnya. Hal ini dapat terjadi karena nilai ekspor yang meningkat 100% dari 2020 ke 2021 tidak diikuti dengan pengawasan yang baik.

Sebagai penutup, Herni mengungkapkan bahwa dampak aliran keuangan gelap mengakibatkan kegagalan pertumbuhan ekonomi dan berkurangnya pendapatan publik yang bisa dialokasikan untuk pendidikan, perawatan kesehatan, infrastruktur, penciptaan lapangan pekerjaan, program pengentasan kemiskinan, dan aspek lainnya. “Praktik-praktik ini menjadi bukti adanya celah kebijakan yang dimanfaatkan oleh Perusahaan multinasional dalam melakukan penggelapan pajak. Tanpa tindakan cepat untuk mengatasi hal ini, negara akan kehilangan kapasitasnya untuk menghimpun pendapatan yang diperlukan guna memenuhi hak masyarakat”, (tutp Herni, Program Manager The PRAKARSA).

Oleh karenanya, jaringan pajak berkeadilan di seluruh dunia perlu untuk tetap membangun solidaritas untuk mengawasi Perusahaan multinasional menunaikan kewajibannya dalam membayar pajak yang berkeadilan. 

Kami menggunakan cookie untuk memberikan Anda pengalaman terbaik.