
Akses terhadap alat bantu bagi penyandang disabilitas di Indonesia masih menjadi tantangan besar. Ketergantungan pada impor, minimnya produksi lokal, serta harga yang tinggi membuat alat bantu seperti kursi roda, alat bantu dengar, dan perangkat komunikasi sulit dijangkau. Hal ini diperparah oleh kebijakan pajak yang mengklasifikasikan alat bantu sebagai barang mewah, menyebabkan beban biaya yang tinggi bagi individu maupun organisasi penyandang disabilitas.
Proses impor yang rumit, pajak yang membengkak, dan birokrasi yang tidak ramah menyebabkan keterlambatan distribusi bahkan bagi barang donasi. Ketiadaan klasifikasi HS Code yang jelas, minimnya sosialisasi, dan lemahnya koordinasi antar lembaga memperpanjang proses impor alat bantu. Akibatnya, penyandang disabilitas terhambat dalam memenuhi hak dasar lainnya seperti pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi sosial, yang semakin memperdalam ketimpangan dan risiko kemiskinan.
Untuk mengatasi tantangan ini, OHANA dan PRAKARSA merekomendasikan reformasi kebijakan pajak, termasuk pembebasan bea masuk dan PPN untuk alat bantu, serta pemberian insentif bagi produsen lokal. Baca selengkapnya Policy Brief volume 52 yang berjudul “Pajak Impor yang Tinggi: Krisis Alat Bantu untuk Penyandang Disabilitas di Indonesia” berikut ini: