Pembiayaan Transisi Hijau yang Kredibel

Foto: https://unsplash.com/@sungrowemea

Penulis: Setyo Budiantoro – Peneliti Senior The PRAKARSA, pegiat sustainable finance

Taksonomi Hijau telah menjadi sorotan utama dalam diskusi publik, terutama pasca kritik yang dimuat Majalah Tempo terkait kemungkinan perubahan dari Taksonomi Hijau ke Taksonomi Berkelanjutan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kritik ini menyoroti kekhawatiran terkait peluang pembiayaan kembali untuk sektor batubara dan kelapa sawit sehingga memperburuk emisi. Namun, sebelum mendalami isu ini lebih lanjut, penting untuk memahami esensi dari Taksonomi Berkelanjutan dan bagaimana hal ini berbeda dari Taksonomi Hijau.

Taksonomi Hijau adalah kerangka kerja untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan kegiatan ekonomi yang ramah lingkungan. Sebaliknya, Taksonomi Berkelanjutan mencakup dimensi yang lebih luas, termasuk aspek sosial dan tata kelola yang baik, seperti yang diuraikan dalam dokumen ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance Version 2. Ini mencakup penghormatan terhadap hak asasi manusia, pencegahan kerja paksa dan kerja anak, serta mempertimbangkan dampak pada masyarakat setempat.

Dengan memahami perbedaan ini, secara normatif jelas bahwa Taksonomi Berkelanjutan memiliki tujuan yang lebih inklusif dan mulia dibandingkan dengan Taksonomi Hijau. Namun, kekhawatiran yang disampaikan oleh Tempo juga sangat valid, terkait risiko greenwashing dan transition washing, yang merupakan alasan yang mungkin membuat perbankan membiayai sektor brown kembali, sehingga bukan merupakan transisi keuangan yang sesungguhnya.

Menurut definisi Asian Development Bank, transisi keuangan adalah layanan keuangan untuk industri beremisi karbon tinggi dan mendanai transisi mereka ke dekarbonisasi. Ini mencakup sektor seperti pembangkit listrik tenaga batubara, baja, semen, kimia, pembuatan kertas, penerbangan, dan konstruksi. Tantangan utama dalam transisi keuangan adalah kurangnya pembiayaan sektor swasta untuk kegiatan dekarbonisasi karena berbagai hambatan. Beberapa di antaranya seperti definisi kegiatan transisi yang kurang jelas yang dapat menimbulkan kekhawatiran greenwashing, kurangnya pengungkapan yang mendorong kegiatan transisi palsu, minimnya insentif finansial untuk pengurangan emisi, dan sedikitnya proyek percontohan dekarbonisasi di sektor beremisi tinggi.

Transisi keuangan yang kredibel adalah kunci untuk mencapai Perjanjian Iklim Paris, seperti yang ditekankan dalam “OECD Guidance on Transition Finance : Ensuring Credibility of Corporate Climate Transition Plans”. Panduan itu memastikan kredibilitas rencana transisi iklim korporasi. Untuk mencapai tujuan Perjanjian Paris, semua sektor dalam ekonomi global, terutama industri yang sulit untuk mengurangi emisi, harus melakukan dekarbonisasi dengan cepat. Panduan tersebut relevan untuk pembuat kebijakan, regulator, perusahaan yang mengembangkan rencana transisi, dan peserta pasar keuangan yang berencana menyediakan pembiayaan untuk implementasi strategi net-zero. Ini menekankan pada transparansi, perbandingan, dan granularitas yang lebih besar dalam rencana transisi korporasi, serta kebutuhan untuk perlindungan lingkungan dan sosial yang memadai.

Mari kita melihat beberapa contoh inovasi pada sektor yang perlu melakukan dekarbonisasi dan memerlukan transition finance dalam konteks Indonesia. Misalnya, pemanfaatan Fluidized Bed Combustion Ash (FABA) atau limbah abu terbang yang jumlahnya mencapai lebih dari 10 juta ton. FABA memiliki potensi untuk digunakan dalam berbagai aplikasi berkelanjutan, seperti bahan bangunan dan pupuk. Sebuah studi mendalami pemanfaatan abu terbang menemukan bahwa salah satu pemanfaatan yang paling menjanjikan adalah dalam konstruksi sebagai pengganti sebagian dari semen Portland, disamping yang lebih mudah untuk pembuatan batako dan paving blok. 

Penelitian lain menunjukkan bahwa abu dari pembakaran di reaktor FABA bisa digunakan untuk memperbaiki kualitas tanah. Abu ini bisa membantu menjaga ketersediaan nutrisi dan mengelola kandungan logam berat di tanah, sehingga tanah menjadi lebih baik untuk pertumbuhan tanaman. Ini adalah contoh bagaimana inovasi dan pemanfaatan limbah industri dapat berkontribusi pada transisi keberlanjutan dan pengurangan emisi karbon serta mendorong ekonomi sirkular.

Strategi co-firing, yang melibatkan pembakaran bersama antara batubara dengan biomassa atau sampah, menawarkan keuntungan signifikan dalam mengurangi emisi karbon dari pembangkit listrik tenaga batubara, seiring biomassa dan sampah umumnya memiliki jejak karbon yang lebih rendah dibandingkan batubara. Selain itu, strategi ini juga dapat mengurangi biaya pembuangan sampah dengan memanfaatkan sampah sebagai bahan bakar, yang pada gilirannya mendukung pengelolaan sampah yang lebih efisien. Pembiayaan transisi dapat digunakan untuk memodifikasi fasilitas eksisting atau membangun infrastruktur baru yang diperlukan untuk co-firing.

Sebagai produsen dan pengekspor minyak sawit terbesar di dunia, limbah kelapa sawit dapat diolah menjadi sumber energi berkelanjutan, seperti biogas yang dihasilkan dari limbah cair kelapa sawit atau palm oil mill effluent (POME) melalui teknologi anaerobic digester (AD). Sebuah studi menunjukkan bahwa pemanfaatan biogas dari POME baru mencapai 28.39 juta mhingga tahun 2021, jauh dari target 489,8 juta m3 pada tahun 2025 berdasarkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Ini menunjukkan bahwa masih ada potensi besar untuk mengoptimalkan pemanfaatan biogas, terutama dari limbah industri kelapa sawit, untuk mendukung pencapaian target energi terbarukan serta membutuhkan transition finance.

Dalam dunia keuangan, beberapa inovasi penting telah muncul untuk mendukung transisi. Salah satu instrumen keuangan tersebut adalah Sustainability Linked Bonds (SLB) dan Sustainability Linked Loans (SLL), yang mengaitkan biaya pembiayaan dengan pencapaian perusahaan terhadap Key Performance Indicators (KPI) keberlanjutan yang ditetapkan, seperti pengurangan emisi gas rumah kaca, peningkatan efisiensi energi, atau adopsi energi terbarukan. Semakin ambisius target KPI yang dicapai perusahaan, semakin rendah biaya pembiayaannya, yang pada gilirannya mendorong perusahaan untuk menetapkan dan melaksanakan rencana dekarbonisasi yang lebih ambisius. 

Transition Bonds merupakan instrumen pembiayaan lainnya yang dirancang khusus untuk mendanai proyek-proyek transisi berskala besar yang membantu perusahaan bergerak menuju model bisnis rendah karbon. Dana yang dihasilkan dari penjualan Transition Bonds dapat digunakan untuk berbagai inisiatif seperti pengembangan teknologi bersih, efisiensi energi, atau proyek-proyek lain yang berkontribusi pada pengurangan emisi.

Selain itu, blended finance juga dapat berperan penting dalam menarik investasi swasta dengan memanfaatkan pembiayaan konsesional untuk mengurangi risiko investasi bagi sektor swasta dalam proyek-proyek berdampak positif seperti energi terbarukan. Dengan risiko yang dikurangi, lebih banyak investasi swasta dapat mengalir untuk mendanai inisiatif dekarbonisasi  yang mungkin memiliki risiko investasi lebih tinggi.

Validasi KPI terhadap Science-Based Targets (SBT) adalah langkah penting untuk memastikan kredibilitas dan integritas transisi keuangan. SBT memastikan bahwa target pengurangan emisi perusahaan sejalan dengan ambang batas pemanasan global 1,5°C menurut Perjanjian Paris, sehingga mencegah praktik “transition washing” yang bisa merusak reputasi dan kepercayaan investor. Validasi ini juga membantu perusahaan dalam menetapkan dan melaksanakan tujuan dekarbonisasi yang ambisius dan selaras dengan komitmen global untuk mengurangi perubahan iklim.

Jadi bisa disimpulkan, Taksonomi Berkelanjutan secara prinsip tidak hanya membawa manfaat lingkungan, tetapi juga membawa manfaat sosial dan ekonomi, membantu menciptakan ekonomi yang lebih berkelanjutan dan inklusif untuk mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Namun, untuk memastikan hal tersebut, transition finance yang sejati harus dipastikan. Otoritas Jasa Keuangan perlu memastikan bahwa hal tersebut masuk dalam regulasi yang kuat, serta memastikan pengaturan disclosure, sehingga keterbukaan dan kepastian transisi yang kredibel dapat dipastikan.

***

Artikel ini sebelumnya telah dimuat di tempo.co dengan judul “Pembiayaan Transisi Hijau yang Kredibel”. Klik untuk membaca: tempo.co

Kami menggunakan cookie untuk memberikan Anda pengalaman terbaik.