Penurunan Stunting di Indonesia Memerlukan Pendekatan Multidimensi dan Multipihak

Jakarta, The PRAKARSA Komitmen Indonesia dalam upaya penurunan stunting telah diatur dalam Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Tahun 2023 adalah tahun kedua dalam implementasi Perpres tersebut, berbagai kemajuan dalam penurunan stunting telah ditunjukkan, dengan angka prevalensi stunting turun 9,2% dalam 4 tahun terakhir, dari 30,2% pada 2018 menjadi 21,6% pada tahun 2022. 

Namun, untuk mencapai target 14% pada tahun 2024, prevalensi stunting harus diturunkan sebesar 7,6% dalam 2 tahun atau 3,8% setiap tahunnya. Ini menjadi tantangan tersendiri dalam percepatan penurunan stunting pada 2 tahun ke depan. 

Sebelumnya, Wakil Presiden Ma’ruf Amin sebagai Ketua Pengarah Tim Percepatan Penurunan Stunting (TP2S) telah mengingatkan, “Penurunan prevalensi stunting yang terjadi selama ini tentu saja harus diapresiasi sebagai hasil dari kerja kita selama ini. Namun, perlu diingat bahwa Pemerintah mempunyai target untuk menurunkan prevalensi stunting hingga 14 persen pada tahun 2024. Itu artinya, kita harus menurunkan prevalensi stunting sebesar 7,6 persen dalam waktu yang tersisa. Tentu saja ini menjadi tantangan bagi kita semua untuk mencapainya. Kita harus bisa mencari intervensi strategis apa yang bisa mendorong penurunan stunting lebih cepat dari capaian yang sudah dicapai sebelumnya. Sehingga kita bisa memastikan, target tahun 2024 bisa kita capai,” disampaikan dalam Rapat Terbatas Tingkat Menteri untuk Percepatan Penurunan Stunting Triwulan I Tahun 2023, pada Kamis (25/5). 

Menurut Direktur Eksekutif The PRAKARSA, Ah Maftuchan, dalam upaya penurunan stunting di Indonesia diperlukan pendekatan multidimensi dan melibatkan berbagai pihak (multipihak) agar target penurunan stunting yang sudah ditetapkan bisa tercapai.  

Hal tersebut disampaikan Maftuchan saat menjadi salah satu pembicara dalam Rapat Koordinasi Teknis (Rakortek) Percepatan Penurunan Stunting yang diselenggarakan oleh Satuan Kerja Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) yang berada di bawah Kementerian Sekretariat Negara RI, di Jakarta pada Kamis (5/10). 

Dihadapan para peserta rapat, Maftuchan juga menyoroti kurangnya koordinasi, sinkronisasi, dan integrasi program dan kegiatan dalam upaya penurunan stunting yang telah dilakukan pemerintah selama ini, “selain itu selama ini penurunan stunting masih menjadi tanggung jawab pemerintah, sehingga perlu adanya peningkatan partisipasi dari aktor non-pemerintah dan bisnis yang bertanggung jawab terhadap isu lingkungan dan sosial,” katanya. 

Lebih lanjut, Maftuchan menyampaikan agenda penurunan stunting perlu di dorong untuk menjadi agenda seluruh komponen bangsa, dengan mempraktikkan kesadaran gizi di tingkat keluarga dan komunitas. Selain itu kampanye perubahan perilaku dan meningkatkan komitmen serta visi kepemimpinan dalam penanganan stunting perlu juga diperhatikan. 

“Sektor swasta perlu di dorong untuk menjadi aktor pelaksana dalam penurunan stunting dan melakukan bisnis yang sejalan dengan pelaksanaan SDGs, termasuk agenda penurunan stunting. Diperlukan juga dukungan dari filantropi dan korporasi dalam mendukung program penurunan stunting yang sudah berjalan di masyarakat, baik yang dikerjakan pemerintah maupun organisasi Masyarakat sipil,” jelas Maftuchan.  

Kegiatan ini dihadiri oleh ribuan peserta yang terdiri dari pemerintah pusat yang mewakili berbagai  kementerian dan lembaga, Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) dari 14 Provinsi dan ratusan Kabupaten/Kota di Indonesia, serta Lembaga Non Pemerintah Mitra Pembangunan, NGO, sektor swasta, dan universitas. 

Dari kegiatan ini diharapkan para perserta baik dari pemerintah pusat maupun daerah bisa merumuskan Rencana Tindak Lanjut 2023 – 2024 dalam isntervensi spesifik, intervensi sensitif, dan tata kelola dalam penanganan dan penurunan angka stunting. 

Kami menggunakan cookie untuk memberikan Anda pengalaman terbaik.