Penyesuaian Harga BBM Protektif, Jalan Tengah Masalah Harga BBM

Jakarta – Peneliti The PRAKARSA, Irvan Tengku Harja menilai kebijakan pemerintah dengan menaikkan harga produk Bahan Bakar Minyak (BBM) penugasan, subsidi, hingga non-subsidi akan menekan konsumsi rumah tangga. Hal ini lantaran harga BBM mempengaruhi biaya transportasi, baik sebagai ongkos logistik maupun kebutuhan mobilitas masyarakat. “Kenaikan BBM akan mengerek harga-harga seperti pangan, menekan pengeluaran rumah tangga, dan memicu inflasi,” kata Irvan, Rabu (7/9).

Di sisi lain, Irvan juga berpendapat, Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM yang diberikan pemerintah sebesar Rp. 600.000 secara bertahap tidak sebanding dengan beban kebutuhan masyarakat akibat kenaikan BBM. “Kita lihat saja data garis kemiskinan nasional per Maret 2022 di angka Rp. 505.469. Andaipun BLT BBM diberikan sekaligus, itu hanya cukup untuk kebutuhan sebulan barangkali. Tetapi harga BBM yang naik serta dampaknya dapat bersifat jangka panjang,” tuturnya.

Kedepan, menurut Irvan, agar harga BBM tidak terus menerus menjadi masalah, perlu ada apa yang ia sebut sebagai Penyesuaian Harga BBM Protektif. “Asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) dalam RAPBN 2023 senilai US$ 90 per barel. Jika harga Indonesian Crude Price (ICP) bergerak melebihi US$ 90 per barel, maka pemerintah menyubsidi harga BBM untuk memproteksi daya beli masyarakat. Namun jika harga ICP turun di bawah US$ 90, maka pemerintah menurunkan harga BBM tetapi dengan menambah 0,5% tarif PPN untuk BBM demi memproteksi keuangan negara,” jelasnya.

Penyesuaian Harga BBM Protektif menurut Irvan perlu dipertimbangkan sebagai opsi kebijakan, karena dapat menjaga stabilitas harga BBM, melindungi daya beli masyarakat, sekaligus melindungi keuangan negara dari pembengkakan subsidi BBM. “Coba dijalankan jalan tengah ini (Penyesuaian Harga BBM Protektif), tapi harus dievaluasi secara berkala,” pungkasnya. 

Kami menggunakan cookie untuk memberikan Anda pengalaman terbaik.