Laporan ini mengkaji kecenderungan belanja publik dan privatisasi pendidikan di negara-negara ASEAN pasca COVID-19, dengan fokus pada dampak strategi keuangan terhadap pendidikan. Pendidikan yang dibiayai negara merupakan elemen penting dalam mencapai keadilan fiskal dan memberikan kesempatan setara bagi masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengelolaan dan alokasi belanja pendidikan, tren privatisasi, serta kemajuan dalam kesetaraan pendidikan di kawasan ASEAN.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pengeluaran pendidikan sebagai persentase terhadap PDB mengalami penurunan di 8 dari 10 negara ASEAN, bahkan sebelum pandemi. Meskipun terdapat sedikit pemulihan antara 2020 hingga 2022, belanja pendidikan tidak kembali ke tingkat sebelum 2013. Hanya Malaysia yang memenuhi ambang batas UNESCO sebesar 4% dari PDB untuk pengeluaran pendidikan. Sebagian besar belanja diarahkan pada pengeluaran rutin, dengan gaji guru menjadi komponen utama.
Pandemi COVID-19 menyebabkan banyak pemerintah mengurangi anggaran pendidikan untuk fokus pada kebutuhan mendesak lainnya. Namun, Malaysia dan Indonesia menunjukkan tren berbeda, dengan Malaysia meningkatkan belanja pendidikan, sedangkan Indonesia mengalami penurunan. Selain penurunan pendanaan publik, terjadi peningkatan privatisasi pendidikan, yang berpotensi memperburuk ketimpangan akses terhadap pendidikan berkualitas.
Semua negara ASEAN termasuk dalam kelompok terendah Indeks Komitmen Mengurangi Ketimpangan (CRII), dengan Myanmar, Kamboja, dan Laos menjadi yang paling rendah secara global. Meskipun ada kemajuan dalam beberapa negara, tantangan finansial tetap ada, termasuk rendahnya progresivitas pajak dan distribusi sumber daya yang tidak merata. Rekomendasi utama termasuk fokus anggaran pada pendidikan dan perlunya standar pelaporan data pendidikan yang seragam untuk meningkatkan alokasi dan pemantauan anggaran pendidikan di ASEAN.
Baca selengkapnya di sini: