Perdagangan rokok ilegal merupakan salah satu narasi yang digunakan oleh industri rokok untuk mempengaruhi pembuat kebijakan dalam rangka menghambat regulasi tembakau, khususnya kenaikan cukai dan harga rokok. Namun, terbatasnya penelitian mengenai perdagangan rokok ilegal dan dampak kenaikan cukai rokok mengakibatkan kebijakan yang dihasilkan tidak efektif dan menghambat upaya untuk menurunkan prevalensi merokok di Indonesia.
Pada tahun 2018, Perkumpulan PRAKARSA melakukan survei yang representatif secara nasional terhadap 1.340 perokok di 6 kabupaten (Kabupaten Malang, Lampung Selatan, Tangerang, Gowa, Bandung, dan Banyumas). Bungkus rokok dikumpulkan dari 1201 responden survei untuk mengidentifikasi rokok ilegal melalui validitas pita cukai dan gambar peringatan kesehatan. Studi ini menemukan bahwa volume rokok ilegal di Indonesia sangat kecil, kurang dari 2 persen. Studi ini juga menemukan bahwa perokok dengan pendapatan yang lebih tinggi cenderung tidak pernah merokok. Meskipun orang dengan pendapatan yang lebih rendah lebih mungkin untuk merokok rokok ilegal, konsumsi rokok ilegal bukanlah perilaku jangka panjang.
Berdasarkan temuan kami, menaikkan cukai rokok untuk meningkatkan harga rokok dan mengurangi keterjangkauan harga rokok tidak merusak tujuan kebijakan pajak tembakau. Selain itu, kenaikan cukai yang lebih besar lebih efektif dibandingkan dengan kenaikan cukai yang lebih kecil dalam mengurangi penggunaan tembakau.