The PRAKARSA Serukan Keadilan Ekonomi Global dalam Sidang Sipil BRICS (BRICS Civil Summit)

BRICS Civil Summit, 4 Juli 2025 di Rio de Janeiro, Brasil

Rio de Janeiro, Brasil – The PRAKARSA mendapatkan kehormatan untuk mewakili Indonesia pada BRICS Civil Summit di Rio De Janeiro, Brazil pada 4-5 Juli 2025. 

BRICS Civil Summit merupakan serangkaian pertemuan organisasi masyrakat sipil BRICS yang membahas sejumlah isu dan rekomendasi berbagai kebijakan regional dan global. Rekomendasi tersebut dituangkan menjadi proposal yang disampaikan kepada para kepala negara pada acara BRICS Summit, 6 Juli 2026 di Rio de Janeiro, Brasil . 

Dalam forum tersebut, Direktur Eksekutif The PRAKARSA, Ah Maftuchan, menyampaikan sejumlah rekomendasi isu-isu ekonomi pada sesi plenary on “The BRICS and the International Economy”. Pada kesempatan ini Ah Maftuchan, menyampaikan serangkaian pandangan sekaligus rekomendasi tentang peran BRICS dalam membentuk tatanan ekonomi global yang lebih adil dan inklusif. Kesempatan ini merupakan yang pertama, mengingat ini adalah partisipasi pertama Indonesia sebagai anggota penuh BRICS sejak resmi bergabung pada Januari 2025.   

Maftuchan menyampaikan pidatonya secara langsung di Teatro Carlos Gomes. Ia membuka pidatonya dengan menyinggung sejarah warisan diplomasi Indonesia di kancah Global Selatan, khususnya Konferensi Asia-Afrika 1955 dan ‘Bandung Declaration’ yang menekankan kerja sama ekonomi berbasis kesetaraan dan penghormatan terhadap kedaulatan nasional. “Para pendiri Gerakan Non-Blok dan Konferensi Asia-Afrika telah meletakkan fondasi kuat untuk kolaborasi Global Selatan. Kini, BRICS harus melanjutkan estafet itu dengan tindakan nyata,” tegasnya.

Selanjutnya, pada kesempatan ini Maftuchan menyoroti dua isu kritis: proteksionisme AS dan krisis iklim. Ia mengkritik kebijakan tarif impor Presiden Donald Trump yang dinilainya memperparah ketidakseimbangan global. “Kebijakan proteksionis AS tidak hanya memicu perang dagang, tetapi juga memperkuat dominasi korporasi raksasa yang berkontribusi pada ketimpangan dan ekonomi ‘cokelat’ (brown economy) yang merusak lingkungan,” paparnya. 

Lebih lanjut, ia memperingatkan dampak krisis iklim yang menurut Institute and Faculty of Actuaries (2025) berpotensi memotong 50% PDB global pada 2070-2090 jika tidak ada aksi kebijakan segera. Maftuchan juga mengutip data International Chamber of Commerce (2024) yang menunjukkan kerugian ekonomi akibat bencana iklim telah mencapai $2 triliun dalam dekade terakhir. “Kita tidak bisa lagi memisahkan isu ekonomi dari krisis iklim. BRICS harus memimpin transisi ke ekonomi hijau,” serunya. 

Di tengah tantangan tersebut, Maftuchan menekankan peluang BRICS untuk membentuk sistem ekonomi multipolar. Ia mengapresiasi upaya BRICS dalam memperkuat perdagangan intra-bloc dan mengurangi ketergantungan pada USD melalui Local Currency Settlement (LCS). “Proteksionisme AS justru membuka peluang bagi BRICS untuk memperdalam kerja sama keuangan dan perdagangan alternatif,” ujarnya. Ia juga mendorong New Development Bank (NDB) untuk berkolaborasi dengan Multilateral Development Banks (MDBs) guna meningkatkan kapasitas institusional, sekaligus mendanai proyek transisi energi.   

Lebih jauh, Maftuchan pada kesempatan ini mengajukan enam rekomendasi sebagai peta jalan BRICS. Pertama, penyederhanaan regulasi perdagangan dan arus manusia di antara negara anggota untuk mendorong inclusive value chains. Kedua, inovasi mekanisme pengurangan utang seperti debt-for-nature swap dan debt-for-development swap. Ketiga, penguatan kerja sama bank sentral BRICS untuk memperluas Bilateral Currency Swap Agreements (BCSA). Keempat, dukungan terhadap UN Tax Convention dan pembentukan badan pengawas pajak global yang inklusif, termasuk untuk kelompok rentan seperti penyandang disabilitas. Kelima, peningkatan peran NDB dalam pendanaan proyek berkelanjutan. Terakhir, regulasi ketat untuk fintech guna mencegah over-indebtedness dan pelanggaran data. 

Di akhir pidatonya, Maftuchan menyampaikan bahwa Indonesia siap berkontribusi penuh dalam BRICS. “Indonesia siap berkontribusi penuh dalam BRICS. Mari kita jadikan platform ini sebagai kekuatan kolektif untuk mewujudkan tata kelola ekonomi yang adil, sebagaimana dicita-citakan Bandung Declaration 70 tahun lalu,” pungkasnya. 

Kehadiran PRAKARSA tidak hanya menegaskan posisi Indonesia di BRICS, tetapi juga memperkenalkan perspektif khas Global Selatan yang berakar pada keadilan sosial-ekologis. The PRAKARSA, sebagai think and do tank berbasis organisasi masyarakat sipil di Indonesia, berkomitmen melanjutkan advokasi ini melalui kerja sama dengan jaringan masyarakat sipil BRICS. 

Baca rekomendasi PRAKARSA pada BRICS Civil Summit 2025 selangkapnya di bawah ini:

Kami menggunakan cookie untuk memberikan Anda pengalaman terbaik.