Badan Kesehatan Dunia (WHO) menempatkan Indonesia sebagai pasar rokok tertinggi ketiga didunia setelah Cina dan India (WHO,2017). Lebih dari sepertiga, tepatnya 36,3% penduduk Indonesia saat ini adalah perokok aktif dan 20% nya adalah remaja usia 13-15 tahun[1]. Yang lebih memprihatinkan saat ini perokok aktif usia remaja semakin meningkat seperti yang diperlihatkan pada data 2016 dimana jumlah perokok remaja laki-laki meningkat 58,8%. Tingginya jumlah perokok juga berbanding lurus dengan penyakit dan kematian yang diakibatkan oleh rokok.
Kosen et al (2004) dalam studinya tentang beban ekonomi akibat konsumsi tembakau di Indonesia memperkirakan pada tahun 2001 terdapat sekitar 5.160.075 penderita penyakit yang berhubungan dengan konsumsi tembakau. Beberapa penelitian di bidang kesehatan juga mengatakan bahwa risiko kanker paru 7,8 kali lebih besar pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, sebesar 85% rumah tangga di Indonesia terpapar asap rokok, estimasinya adalah delapan perokok meninggal karena perokok aktif, satu perokok pasif meninggal karena terpapar asap rokok orang lain.
Salah satu cara mengendalikan konsumsi rokok yaitu melalui pengendalian cukai tembakau. Pemerintah memperlihatkan komitmennya dalam mengendalikan tembakau dan konsumsi rokok melalui kenaikan harga cukai setiap tahunnya. Namun kebijakan ini dinilai bukan tanpa resiko karena dengan adanya kenaikan tarif rokok juga akan meningkatkan peredaran rokok ilegal. Kenaikan cukai akan mengurangi daya beli masyarakat karena meningkatnya harga rokok. Pangsa pasar yang hilang inilah yang kemudian akan diisi oleh industri rokok ilegal sehingga semakin merugikan negara.
Studi yang dilakukan Universitas Gadjah Mada menunjukkan pada 2014 peredaran rokok ilegal mencapai 11% dari total produksi di tahun tersebut. Seiring dengan meningkatnya tarif cukai tembakau 3 tahun terakhir juga memungkinkan meningkatnya share rokok ilegal. Oleh karena itu, melalui studi ini Perkumpulan Prakarsa bermaksud untuk mengukur besarnya pangsa pasar rokok ilegal di Indonesia.
Dalam mengukur rokok ilegal, Prakarsa bermaksud mencoba menggunakan pendekatan konsumsi rokok untuk mengestimasi peredaran rokok ilegal yang ada di Indonesia dengan sampling 6 kabupaten. Survey pengguna rokok akan dilakukan pada akhir Juli samapai dengan awal Agustus 2018. Dalam survey tersebut kami juga akan mengidentifikasi bungkus rokok yang diminta dari respondent untuh melihat apakah rokok tersebut legal/ilegal.
Oleh karena itu Prakarsa bermaksud menyelenggarakan pelatihan enumerator sebagai pembekalan sebelum enumerator melakukan survey kepada respondent.
unduh tor lengkapnya di sini
[1] https://nasional.tempo.co/read/875384/menteri-kesehatan-sepertiga-penduduk-indonesia-perokok