Istilah “kesejahteraan” kerap dimaknai sebagai kondisi taraf hidup masyarakat yang secara ekonomi dapat diukur dari pendapatan per kapita. Padahal, ukuran pendapatan per kapita seringkali tidak mampu menjelaskan persoalan ketimpangan manakala bagian terbesar dari pendapatan nasional hanya dinikmati oleh segelintir penduduk lapisan kaya dan super kaya. Kritik terhadap pendekatan ekonomi ini telah mendorong agar metode pengukuran kesejahteraan turut mempertimbangkan struktur distribusi pendapatan masyarakat dengan prinsip keadilan sebagai bagian terpenting dalam wacana kesejahteraan sosial.
Wacana tersebut setidaknya mengerucut ke dalam dua aliran pemikiran utama. Pertama, kesejahteraan sosial mencakup tidak hanya pemenuhan kebutuhan pokok tetapi juga keseluruhan aspek kualitas hidup manusia. Sementara itu, aliran pemikiran kedua menempatkan kesejahteraan sosial dalam lingkup artian yang terbatas, bahkan cenderung sempit. Dalam aliran pemikiran ini, konsepsi kesejahteraan sosial identik sebagai pelengkap (complementary). Secara khusus, aliran kedua ini berupaya membedakan aspek pertumbuhan ekonomi di satu sisi dengan aspek “kesejahteraan sosial” di sisi yang lain.
Setidaknya terdapat tiga elemen kunci untuk memaknai kesejahteraan sosial; pertama, kesejahteraan sosial itu tidak sekedar pendapatan ekonomi. Kedua, kesejahteraan menekankan kepada aspek sosial atau umum sebagai lawan pendekatan individualistis. Dan ketiga, kesejahteraan merupakan sistem yang terintegrasi dengan kebijakan-kebijakan lainnya alias tidak berdiri sendiri.
Meski demikian, dalam perjalanannya, praktik pembangunan di Indonesia masih terus berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi. Upaya pemerataan hanya mengemuka sesaat di awal dekade 1970-an ketika konsep pembangunan manusia mulai diadopsi ke dalam Garis-garis Besar Haluan Negara. Namun, upaya ini pun segera mengalami arus balik pada dasawarsa 1990-an. Praktik kebijakan publik sejak era Orde Baru hingga seterusnya senantiasa membedakan kebijakan dan program perekonomian yang mengacu kepada pertumbuhan ekonomi secara umum dengan kebijakan dan program yang berorientasi kepada kesejahteraan sosial.
Kebijakan yang berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi terus bertahan hingga saat ini. Selama satu dasawarsa terakhir, hal tersebut terjadi akibat distorsi pemahaman terhadap doktrin Kesejahteraan Sosial Indonesia. Untuk meluruskannya, pemerintah perlu menegakkan kedaulatan pangan dan energi dengan melepaskan ketergantungan terhadap modal, teknologi, dan pasar.
Buku ini kami beri judul “Menyempurnakan Kesejahteraan: Pemenuhan Hak Ekonomi dan Kesehatan Semesta”. Poin penting yang hendak kami garis bawahi adalah bahwa kesejahteraan tidak cukup diukur dari sisi pendapatan ekonomi namun juga harus diukur dari pemenuhan hak dasar lainnya, termasuk hak atas kesehatan. Dengan kata lain, kesejahteraan juga sangat dipengaruhi oleh kualitas pembangunan kesehatan. Selamat membaca dan semoga berguna.