Penerapan pajak karbon dalam Rancangan Undang-Undang Ketentuan dan Tata Cara Umum Perpajakan (RUU KUP) menuai pro dan kontra di masyarakat. Penolakan terhadap rencana pungutan pajak karbon datang khususnya dari kelompok pengusaha karena dinilai dapat meningkatkan ongkos produksi sehingga pada akhirnya akan menaikkan harga barang dan jasa serta memperburuk iklim usaha. Di sisi lain, dukungan datang dari berbagai pihak seperti anggota DPR, akademisi dan organisasi masyarakat sipil.
PRAKARSA mengapresiasi langkah pemerintah untuk menerapkan pajak karbon karena dapat mengurangi dampak emisi CO2. “Aturan ini sangat tepat dan relevan untuk dilakukan mengingat Indonesia juga terikat dengan perjanjian Paris Agreement dimana target penurunan emisi menjadi salah satu poinnya. Terlebih tren global mengarah pada kegiatan ekonomi yang lebih hijau sehingga aturan ini diperlukan. Tentunya ini harus dibarengi dengan perbaikan teknologi dan sumber daya manusia sebagai penunjang implementasinya,” kata Ah Maftuchan, Direktur Eksekutif The PRAKARSA.
“Penerapan pajak karbon diharapkan dapat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dengan tetap meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, dan secara bersamaan dapat melestarikan lingkungan,” tambah Ah Maftuchan yang juga menjabat sebagai Kordinator Forum Pajak Berkeadilan.
Pada webinar Implementasi Pajak Karbon yang diselenggarakan oleh The PRAKARSA dan Radesa Institute 12 Agustus lalu, Drs. Fathan Subchi, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI mendukung penuh rencana pemerintah untuk menerapkan pajak karbon dengan memperhatikan faktor-faktor pendukungnya. “Terdapat beberapa hal penting yang masih perlu dirumuskan dalam penerapan pajak karbon di Indonesia. Pertama, pemerintah harus menentukan bentuk pajak karbon yang nantinya akan dikenakan agar sesuai dengan kondisi dan kebutuhan di Indonesia. Kedua kesiapan teknologi dan sumber daya manusia dalam proses pencatatan dan pengenaan pajak karbon, dan ketiga, menentukan subjek pajak agar tidak membebani masyarakat,” ungkapnya.
Paul Butarbutar, Co-Founder Indonesia Research Institute for Decarbonization menilai bahwa penerapan pajak karbon tidak selalu berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi. “Secara ringkas proses upaya penurunan emisi CO2 di Indonesia harus memperhatikan aspek ekonomi, sehingga penerapan pajak karbon tidak berdampak pada menurunnya kinerja perekonomian di Indonesia. Penerapan pajak Karbon di Swedia terbukti mampu menurunkan emisi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bersamaan dimana perusahaan-perusahaan di Swedia berlomba-lomba untuk menciptakan teknologi yang lebih efisien sehingga pemakaian energi dapat berkurang,” terangnya.
“Sangat penting untuk memastikan peraturan pemungutan pajak karbon tepat sasaran sehingga selain sebagai tambahan penerimaan negara, penerapan pajak karbon dapat menjalankan fungsi pentingnya yaitu sebagai alat kontrol untuk mengubah perilaku yang mendorong inovasi dan perubahan cara kerja manajemen perusahaan terutama perusahaan penyumbang emisi karbon tinggi.” Tutup Cut Nurul Aidha, Research and Knowledge Manager The PRAKARSA.